IKHLAS

 IKHLAS



itu melepas
 apa yang jadi beban dalam jiwa raga memasrahkan segalanya pada ALLAH dengan SABAR dan rasa syukur kemudian berakhir dengan SENYUM. senyum ketaqwaan atas ujian yang telah ALLAH hadirkan. PRIBADI yang IKHLAS akan selalu menemukan KEBAHAGIAAN disetiap perjalanan LIKA-LIKU nya KEHIDUPAN, Seperti halnya Surah Al Ikhlas yang tidak ada kata Ikhlas di dalamnya .


Ikhlas Itu Selalu Merasa Positif (Positif Feeling)

Berprasangka positif atau berpikir positif sebenarnya harus dimulai dengan berperasaan positif atau merasa positif (positive feeling). Jadi pada mulanya dimulai dari hati. Bagaimana Anda akan berpikir positif kalau perasaan Anda diliputi oleh ion-ion negatif? Mengejar kesuksesan dan kebahagiaan dengan berpikir positif saja memang bisa berhasil. Namun, hasilnya akan lebih optimal jika kita menggunakan perasaan positif dan menyelaraskannya dengan pikiran positif.

Berapa banyak keinginan yang tercapai ketika perasaan Anda positif alias ikhlas? Sebaliknya, ketika perasaan Anda negatif alias dipenuhi nafsu dan emosi, apa yang Anda rasakan? Makin jauh dari “kemudahan”? Benar sekali.

Bayangkan ketika kita berada di zona nafsu. Kita selalu diliputi rasa cemas, takut, dan penuh amarah. Alhasil, kita seperti kehabisan tenaga. Kita seperti memasuki pusaran gelap yang menyedot energi. Semangat pun tak banyak tersisa karena zona ini memang menarik energy positif yang kita miliki. Sebaliknya, ketika hati terasa lapang dan ikhlas (positive feeling), kita akan merasa penuh tenaga. Karena memang energi yang menyelimuti zona ikhlas adalah berbagai perasaan positif yang berenergi tinggi seperti rasa syukur, sabar, fokus, tenang dan bahagia.

Itulah sebabnya, di saat-saat energi kita terkuras oleh kesedihan, kekecewaan, kekesalan, dan kemarahan, cara yang paling bijak adalah dengan mengikhlaskan sesuatu yang menimbulkan perasaan tersebut. Ikhlas berarti kita menghentikan proses berkurangnya energi dan mulai melakukan pengisian ulang (self recovery). Terkadang dalam proses tersebut kita membutuhkan penyaluran energi positif dari orang lain lewat kata-kata atau perhatiannya, atau dari alam lewat kesejukan dan keindahan yang dimilikinya.

Ikhlas Itu Kekuatan (Power)

Pada prinsipnya, ikhlas merupakan keharusan hakiki yang mesti ada dalam diri setiap orang. Ketika ikhlas itu ada, akan kuat dan tangguhlah dirinya. Sebaliknya ketika ikhlas telah hilang, maka akan rapuh dan lemahlah dirinya. Ketika seseorang mengatakan, ”Ikhlaskan saja,” ketika mengalami kehilangan seseorang atau sesuatu yang dicintainya. Artinya ”Kuatkan kembali dirimu, jangan larut dalam kesedihan yang akan menghabiskan energi positifmu.”

Hal itu karena manusia itu sendiri diciptakan dari fitrah (ruh suci, Q.S. al-Rûm/30: 30). Fitrah itu dalam perkembangan hidup di dunia, tidak selalu suci karena dikotori oleh berbagai faktor eksternal. Semakin kotor fitrah itu, manusia akan semakin lemah dan rapuh sampai pada gilirannya merana dan sengsara. Sebaliknya, bila fitrah itu terus terpelihara, disucikan, dimurnikan, dan dirawat, maka pemiliknya akan semakin kuat, tegak berdiri, dan kokoh. Ikhlas berfungsi memelihara fitrah itu agar terus bersih dan murni.

Oleh karena itu, Ibn Hazm menyebutkan bahwa ikhlas ibarat ruh dalam jasad. Jasad akan mati tak bertenaga ketika kehilangan ruh. Itulah maka kenapa para generasi salaf dan para mujahid dapat mengantarkan umat Islam menuju kejayaannya. Karena mereka hidup, memiliki ruh, dan bangkit. Mereka bekerja dan berjuang semata ikhlas lillahi ta’ala. Amal perbuatan mereka bergizi, penuh makna, dan kekuatan, karena ada ruhnya, yaitu ikhlas. Amal yang demikian mengantarkan umat mencapai masa kejayaannya.

Coba perhatikan para pejuang kemerdekaan negeri ini. Betapa mereka hidup begitu bersahaja meskipun mereka sebagian menjadi pejabat pemerintahan. Keikhlasan mereka tercermin dari tidak banyak tuntutan terhadap kesejahteraan kepada Republik yang baru lahir kala itu. Bagi mereka kerja adalah sebuah panggilan suara hati. Itulah sebabnya nama mereka tetap dikenang sebagai pahlawan yang tidak hanya menginspirasi dengan kata-kata tetapi juga lewat keteladanan.

Berbeda dengan kondisi, dimana setiap orang berbuat penuh pamrih, ukuran perbuatan dinilai dari banyaknya orang yang terkagum-kagum. Hidup penuh kebohongan, kemunafikan dan kepura-puraan. Tampak hebat padahal rapuh, terlihat kaya padahal miskin, kelihatan khusyu’ padahal jahat. Maka kebobrokan akan melanda pelakunya, keluarga, bangsa dan negaranya. Hidup serba semu, kekayaan nisbi sebagai hasil korupsi, jabatan diraih karena penuh tipu dan rekayasa, dan bermu’amalah penuh basa basi menebar janji tanpa bukti. Ruh telah hilang dari jasad. Ikhlas telah lenyap dari amal perbuatan.

Ikhlas menjadikan manusia suka berbagi (manusia sosial)

Semakin besar ikhlas melekat dalam hati, keinginan berbagi semakin besar. Hal itu karena manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang suka berbagi kesenangan dengan orang lain. Sebaliknya, orang yang tidak ikhlas, tidak mau berbuat sesuatu kalau tidak membawa keuntungan pribadi. Dia hanya mementingkan diri sendiri, menjadi manusia egois. Manusia egois hatinya selalu berkeluh kesah. Bila ditimpa kesusahan, resah, dan ketika mendapat kekayaan, amat kikir (QS al-Ma’ârij [70]: 19-21). Sedangkan manusia ikhlas adalah manusia sosial. Dia senang membagi kesenangan kepada orang lain. Semakin dibagi kesenangan itu, Allah melipatgandakan dengan berbagai kesenangan yang lain. Dia bahagia telah membagi, dan gelisah karena belum dapat kesempatan untuk membagi.

Ikhlas menjadikan manusia kaya

Tanda orang kaya dilihat dari pemberiannya. Semakin banyak pemberiannya, semakin kaya orang itu. Karena orang ikhlas itu suka berbagi, maka sesungguhnya dia orang kaya, meskipun mungkin miskin harta. Kalaulah tidak kaya harta, tapi kaya hati, syukur alhamdulillah bila kaya harta pula. Maka Rasulullah Swa. Bersabda: ”Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”. Allah berfirman: ”Kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan kebaikan sehingga mampu memberikan apa yang kamu cintai”. (Q.S. Ali Imrân [3]: 92). Hanya dengan keikhlasan yang tinggi seseorang dapat memberikan harta yang paling dicintai. Itulah orang kaya.

Ikhlas meningkatkan kinerja

Betapa tidak, guru yang ikhlas tidak perlu diawasi oleh kepala sekolah. Karyawan yang ikhlas, tidak penting direktur ada atau tidak. Pegawai yang ikhlas, tidak memandang kehadiran majikan. Semua bekerja tanpa pamrih. Mereka senang melakukan pekerjaan itu dengan sepenuh hati. Ikhlas beramal hasil maksimal, demikian pepatah mengatakan. Maka hasil dari perbuatan al-mukhlishîn (orang-orang ikhlas) itu adalah kemajuan, kejayaan, dan kemakmuran.

Ikhlas menciptakan hidup damai

Orang yang ikhlas tidak pernah membuat masalah, sehingga menimbulkan kekacauan, keributan, dan kerusakan. (Q.S. al-Rûm [30]: 41). Orang yang ikhlas tidak pula suka menghindar dari masalah, lari dari kenyataan, lalu menyalahkan orang lain. Orang yang ikhlas adalah manusia problem solver (pemecah masalah) yang tidak pernah menghindar dari masalah. Dia menghadapinya dengan gagah berani, mencari solusi dengan cara-cara yang cerdas dan bijak. Manusia problem solver (pemecah masalah) kokoh berdiri bagaikan karang, menghadapi masalah dengan jiwa besar yang dibangun dari ruh ikhlas. Orang ikhlas adalah manusia wajar, santun, ramah tidak gampang marah.

Digambarkan dalam al-Quran sebagai orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan wajar dan ketika diajak berbicara oleh orang-orang bodoh mereka menghadapinya dengan salâm (kedamaian). (Q.S. al-Furqân [25]: 36). Masyarakat yang terdiri dari manusia ikhlas akan menebarkan kedamaian, menjadi sebuahdâr al-salâm (negeri damai) yang akan mendapatkan salâm qawlan min Rabb Rahîm (ucapan kedamaian dari Tuhan Yang Maha Penyayang, Q.S. Yâsin [36]: 58)Ikhlas Itu Kekuatan (Power)

Pada prinsipnya, ikhlas merupakan keharusan hakiki yang mesti ada dalam diri setiap orang. Ketika ikhlas itu ada, akan kuat dan tangguhlah dirinya. Sebaliknya ketika ikhlas telah hilang, maka akan rapuh dan lemahlah dirinya. Ketika seseorang mengatakan, ”Ikhlaskan saja,” ketika mengalami kehilangan seseorang atau sesuatu yang dicintainya. Artinya ”Kuatkan kembali dirimu, jangan larut dalam kesedihan yang akan menghabiskan energi positifmu.”

Hal itu karena manusia itu sendiri diciptakan dari fitrah (ruh suci, Q.S. al-Rûm/30: 30). Fitrah itu dalam perkembangan hidup di dunia, tidak selalu suci karena dikotori oleh berbagai faktor eksternal. Semakin kotor fitrah itu, manusia akan semakin lemah dan rapuh sampai pada gilirannya merana dan sengsara. Sebaliknya, bila fitrah itu terus terpelihara, disucikan, dimurnikan, dan dirawat, maka pemiliknya akan semakin kuat, tegak berdiri, dan kokoh. Ikhlas berfungsi memelihara fitrah itu agar terus bersih dan murni.

Oleh karena itu, Ibn Hazm menyebutkan bahwa ikhlas ibarat ruh dalam jasad. Jasad akan mati tak bertenaga ketika kehilangan ruh. Itulah maka kenapa para generasi salaf dan para mujahid dapat mengantarkan umat Islam menuju kejayaannya. Karena mereka hidup, memiliki ruh, dan bangkit. Mereka bekerja dan berjuang semata ikhlas lillahi ta’ala. Amal perbuatan mereka bergizi, penuh makna, dan kekuatan, karena ada ruhnya, yaitu ikhlas. Amal yang demikian mengantarkan umat mencapai masa kejayaannya.

Coba perhatikan para pejuang kemerdekaan negeri ini. Betapa mereka hidup begitu bersahaja meskipun mereka sebagian menjadi pejabat pemerintahan. Keikhlasan mereka tercermin dari tidak banyak tuntutan terhadap kesejahteraan kepada Republik yang baru lahir kala itu. Bagi mereka kerja adalah sebuah panggilan suara hati. Itulah sebabnya nama mereka tetap dikenang sebagai pahlawan yang tidak hanya menginspirasi dengan kata-kata tetapi juga lewat keteladanan.

Berbeda dengan kondisi, dimana setiap orang berbuat penuh pamrih, ukuran perbuatan dinilai dari banyaknya orang yang terkagum-kagum. Hidup penuh kebohongan, kemunafikan dan kepura-puraan. Tampak hebat padahal rapuh, terlihat kaya padahal miskin, kelihatan khusyu’ padahal jahat. Maka kebobrokan akan melanda pelakunya, keluarga, bangsa dan negaranya. Hidup serba semu, kekayaan nisbi sebagai hasil korupsi, jabatan diraih karena penuh tipu dan rekayasa, dan bermu’amalah penuh basa basi menebar janji tanpa bukti. Ruh telah hilang dari jasad. Ikhlas telah lenyap dari amal perbuatan.

Ikhlas menjadikan manusia suka berbagi (manusia sosial)

Semakin besar ikhlas melekat dalam hati, keinginan berbagi semakin besar. Hal itu karena manusia adalah makhluk sosial, makhluk yang suka berbagi kesenangan dengan orang lain. Sebaliknya, orang yang tidak ikhlas, tidak mau berbuat sesuatu kalau tidak membawa keuntungan pribadi. Dia hanya mementingkan diri sendiri, menjadi manusia egois. Manusia egois hatinya selalu berkeluh kesah. Bila ditimpa kesusahan, resah, dan ketika mendapat kekayaan, amat kikir (QS al-Ma’ârij [70]: 19-21). Sedangkan manusia ikhlas adalah manusia sosial. Dia senang membagi kesenangan kepada orang lain. Semakin dibagi kesenangan itu, Allah melipatgandakan dengan berbagai kesenangan yang lain. Dia bahagia telah membagi, dan gelisah karena belum dapat kesempatan untuk membagi.

Ikhlas menjadikan manusia kaya

Tanda orang kaya dilihat dari pemberiannya. Semakin banyak pemberiannya, semakin kaya orang itu. Karena orang ikhlas itu suka berbagi, maka sesungguhnya dia orang kaya, meskipun mungkin miskin harta. Kalaulah tidak kaya harta, tapi kaya hati, syukur alhamdulillah bila kaya harta pula. Maka Rasulullah Swa. Bersabda: ”Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah”. Allah berfirman: ”Kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan kebaikan sehingga mampu memberikan apa yang kamu cintai”. (Q.S. Ali Imrân [3]: 92). Hanya dengan keikhlasan yang tinggi seseorang dapat memberikan harta yang paling dicintai. Itulah orang kaya.

Ikhlas meningkatkan kinerja

Betapa tidak, guru yang ikhlas tidak perlu diawasi oleh kepala sekolah. Karyawan yang ikhlas, tidak penting direktur ada atau tidak. Pegawai yang ikhlas, tidak memandang kehadiran majikan. Semua bekerja tanpa pamrih. Mereka senang melakukan pekerjaan itu dengan sepenuh hati. Ikhlas beramal hasil maksimal, demikian pepatah mengatakan. Maka hasil dari perbuatan al-mukhlishîn (orang-orang ikhlas) itu adalah kemajuan, kejayaan, dan kemakmuran.

Ikhlas menciptakan hidup damai

Orang yang ikhlas tidak pernah membuat masalah, sehingga menimbulkan kekacauan, keributan, dan kerusakan. (Q.S. al-Rûm [30]: 41). Orang yang ikhlas tidak pula suka menghindar dari masalah, lari dari kenyataan, lalu menyalahkan orang lain. Orang yang ikhlas adalah manusia problem solver (pemecah masalah) yang tidak pernah menghindar dari masalah. Dia menghadapinya dengan gagah berani, mencari solusi dengan cara-cara yang cerdas dan bijak. Manusia problem solver (pemecah masalah) kokoh berdiri bagaikan karang, menghadapi masalah dengan jiwa besar yang dibangun dari ruh ikhlas. Orang ikhlas adalah manusia wajar, santun, ramah tidak gampang marah.

Digambarkan dalam al-Quran sebagai orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan wajar dan ketika diajak berbicara oleh orang-orang bodoh mereka menghadapinya dengan salâm (kedamaian). (Q.S. al-Furqân [25]: 36). Masyarakat yang terdiri dari manusia ikhlas akan menebarkan kedamaian, menjadi sebuahdâr al-salâm (negeri damai) yang akan mendapatkan salâm qawlan min Rabb Rahîm (ucapan kedamaian dari Tuhan Yang Maha Penyayang, Q.S. Yâsin [36]: 58)



Mari Belajar bersama - sama untuk menjadi Manusia yang Lebih Ikhlas lagi dalam setiap Cobaan yang Tuhan berikan.
Bersama SEFT akan membantu Anda Untuk menjadi manusi yang jauh lebih baik lagi dalam 7 dimensi (Spiritual, Emotional, Social, Mental, Physical, Financial, Aesthetic) 

Komentar

Postingan Populer