*Normal Atau Abnormal?*


 *Normal Atau Abnormal?* 





Tadi malam saya nonton film tahun 2016, yaitu The Acountant. Sebuah film drama action dengan sedikit sentuhan psikologi. 


Chris Wolff adalah seorang anak pengidap autisme yang sangat teliti dan fokus pada satu hal yang disukainya, yaitu permainan puzzle. Namun dia harus menyelesaikan project-nya tersebut. Jika ada satu keping puzzle yang tercecer, maka Chris akan bertindak anarkis dan histeris. Berteriak, menendang atau menarik rambutnya. Mengetahui hal ini, ayahnya menjadi sangat khawatir, maka diajaknya Chris ke seorang psikiater. 


Ayah Chris adalah seorang perwira tinggi Angkatan Darat yang sangat menguasai bidang 'Operasi Psikologi'. Maka Chris dan adiknya, Braxton, sejak kecil dilatih secara khusus oleh ayahnya. Mulai dari ilmu beladiri, teknik bertempur dan sikap-sikap keras lainnya.


Ketika dewasa Chris mengikuti jejak ayahnya, menjadi tentara Angkatan Darat. Dalam sebuah insiden yang membuat ayahnya tewas, Chris kemudian dipenjara di fasilitas penjara militer Lavenworth.


Di dalam penjara ini Chris berkenalan dengan Francis Silverberg, seorang akuntan yang lebih dari 40 tahun bekerja pada keluarga Mafia Gambino. Chris menjadi sangat akrab dengan Francis karena mereka berdua menghuni satu sel. Dari sinilah Chris banyak belajar dari Francis tentang hal-hal yang berkaitan dengan penyelewengan keuangan dan kejahatan pencucian uang.


Posisi Francis yang mengetahui banyak hal tentang penyelewengan keuangan itulah yang justru membahayakan dirinya sendiri. Itulah sebabnya nyawa Francis diincar oleh keluarga Gambino. Francis lalu menyelamatkan diri dengan jalan membelot dan bersedia menjadi informan FBI dengan imbalan akan mendapat perlindungan saat dia nanti bersaksi melawan keluarga Gambino.


Sayangnya FBI ingkar janji. Begitu keluar dari penjara Lavenworth, Francis lantas ditangkap oleh keluarga Gambino dan disiksa hingga tewas. Semula Chris heran, mengapa setelah keluar dari penjara Lavenworth, Francis tidak pernah menghubunginya. Tapi begitu tahu bahwa Francis dibunuh, Chris lalu melarikan diri dari penjara Lavenworth. Chris lantas mencari tahu siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan Francis. Setelah mengetahui semuanya, Chris lalu menghabisi 9 orang keluarga Gambino dengan cara menembak kepalanya.

* * *


Berbekal pengetahuan yang diperolehnya dari Francis almarhum, Chris beralih profesi menjadi akuntan. Keahliannya dalam angka-angka dan didukung dengan sifatnya yang sangat cermat dan teliti, maka dengan cepat nama Chris dikenal di kalangan para kriminal. Sebab Chris selalu mampu menemukan kebocoran atas penyelewengan keuangan yang dilakukan oleh oknum di dalam tubuh organisasi para bandit itu.


Atas rekomendasi dari Mansoor Lakhani, seorang investor dari Lahore yang juga ahli metematika, kali ini Chris diminta untuk menangani masalah kebocoran keuangan di perusahaan publik 'Living Robotic' yang didirikan oleh Lamar Blackburn dan adik perempuannya Rita Blackburn. 


Ending dari film ini justru tak terduga ketika Chris kemudian bertemu lagi dengan adiknya Braxton, sekaligus bisa menuntaskan kasus yang dikerjakannya. 

***


Sahabat pembelajar yang berbahagia, saya tidak sedang melakukan resensi film The Acountant. Saya tertarik menonton film ini ketika melihat trailernya ada adegan di mana ayah Chris sedang membawa Chris ke psikiater dan menanyakan apakah anaknya bisa normal? Dan dengan diplomatis tingkat tinggi sang psikiater mengatakan bisa, namun dengan kriteria normal yang berbeda. Nah, rupanya tingkat normal seseorang bisa beragam, tergantung dari sudut pandang mana kualitas kenormalan seseorang tersebut disidik.


WHO sendiri sudah mengeluarkan kriteria mengenai mental yang sehat sbb:

1. Mampu merealisasikan potensi diri

2. Mampu bekerja produktif, bermanfaat dan berkah

3. Mampu mengatasi tekanan kehidupan yang normal

4. Mampu memberikan kontribusi kepada lingkungannya


Pertanyaan sang ayah dalam film The Accountant dapat dijawab menggunakan kriteria nomor 3, sekuat apa anaknya mampu berperilaku normal menghadapi sebuah tekanan. Menurut American Psychiatric Association (APA), yang dirilis dalam bentuk buku manual (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders/DSM) setidaknya ada 5 kriteria seseorang disebut NORMAL


1. Statistik

Perilaku seseorang akan disebut abnormal jika jumlah pelakunya masih sedikit. Jika seiring berjalannya waktu jumlah pelaku tersebut menjadi berlipat ganda, maka status abnormal akan bergeser menjadi normal. Sebagai contoh, dalam DSM-1 tercatat jumlah LGBT masih sedikit, sehingga komunitas mereka dianggap menyimpang, alias abnormal. Dalam DSM-5 (manual paling update), jumlah LGBT sudah meningkat drastis, sehingga sekarang komunitas tersebut oleh APA sudah dianggap normal. (Tentu saja hal ini memunculkan polemik di mana-mana, karena bertentangan dengan banyak norma moral dan agama) 


Namun ada juga sebuah situasi yang disebut normal dalam abnormal. JIka terjadi sebuah kecelakaan bus atau kereta api, kemudian karena syok, dalam 15 menit pertama para penumpang yang selamat tidak mampu mengucap satu patah katapun, itu adalah normal. Atau di daerah bencana alam, di mana sebagian besar penduduknya kehilangan harta benda, namun masih selamat, maka ketika kita datang dan melihat sebagian besar mereka masih bengong, itu juga normal. Anggap saja ini adalah sebuah anomali.


2. Derajat Perilaku

Perilaku seseorang dianggap normal ketika mereka berlaku sesuai dengan situasi yang menimpanya, tidak lebih dan tidak kurang. Karena kondisi desesif dan eksesif akan dianggap abnormal. Misal saja ketika ada seseorang yang kehilangan orangtuanya, dan kemudian menangis, Itu normal. Justru ketika dia tidak menangis sama sekali, itu tidak normal. Atau dia menangis sambil melakukan hal anarkis, seperti membenturkan kepala ke dinding, atau berguling-guling di jalan, itu abnormal!


3. Kesesuaian Perilaku Dengan Konteks

Perilaku seseorang dianggap normal ketika mereka berlaku sesuai dengan konteks. Contoh sederhana adalah, pada suatu pagi Anda mandi di dalam kamar mandi sebuah kolam renang umum yang tertutup. Dengan tanpa mengenakan selembar benang pun di badan, Anda mulai mandi di bawah pancuran sembari bernyanyi dan berjoget. Itu normal. Lain situasinya, ketika Anda bergeser hanya 1 meter saja keluar pintu, dan berada di arena kolam renang umum tersebut, kemudian Anda melakukan hal yang sama. Bernyanyi dan berjoget, telanjang bulat. Itu abnormal!


4. Tidak Menyakiti Diri Sendiri

Perilaku seseorang dianggap normal ketika mereka tidak melakukan tindakan yang berakibat tersakitinya diri mereka sendiri. Menyakiti diri sendiri di sini bukan hanya secara fisik, namun juga secara emosi, seperti marah, iri, benci, dendam, dengki, kecewa, dll.


5. Tidak Menyakiti Orang Lain

Perilaku seseorang dianggap normal ketika mereka tidak melakukan tindakan yang berakibat tersakitinya orang di sekitarnya, baik secara terencana ataupun spontan. Tentu saja berbeda halnya ketika kita membela diri dari serangan orang lain. Karena ketika kita tidak bereaksi ketika kita mengalami sebuah bullying, itu melanggar prinsip normal nomor 2.

***

Sahabat pembelajar yang berbahagia, sebagai seorang konselor atau terapis, kita perlu paham mengenai kondisi kriteria normal ini, sehingga kita paham dan tahu langkah apa yang mesti dilakukan dalam menangani seorang klien.


Kembali ke cerita the Accountant di atas, Chris kemudian memang bisa hidup berkecukupan, namun apakah pertanyaan sang ayah terjawab? Normalkah kehidupan Chris pada akhirnya? Ah, mending Anda tonton sendiri deh filmnya. Keren kok, apalagi pemeran utamanya adalah Ben Affleck.


Semoga bermanfaat

-haridewa-

Professional Hypnotherapist

Happiness Life Coach


#creativehappynlp 

#Ericksoniantherapist 

#ihtc 

#kampoongnlp 

#thecafetherapy 

#kampoonghening

Komentar

Postingan Populer