THERAPIST VS THE-RAPIST
Tersebutlah pada suatu masa hidup 2 makhluk bersahabat, seekor kera dan seekor ikan. Sang kera hidup di atas sebatang pohon yang tumbuh di pinggir sungai, tempat hidup si ikan. Mereka sering meluangkan waktu untuk ngobrol dan bertukar pikiran bersama-sama. Kadangkala kelakar terjadi pula di antara mereka. Sungguh persahabatan yang sangat indah.
Hingga pada suatu saat, kera sedang bertengger di atas dahan tertinggi, dia melihat sesuatu di kejauhan. Ya! Banjir bandang di hulu sungai. Dengan kecepatan tinggi banjir bandang tersebut siap menerjang tempat yang lebih rendah, termasuk tempat tinggal kera dan ikan!
Segera sang kera melompat ke bawah, memanggil sang ikan:
“Hoi ikan!! Di mana kau?”
“Aku di sini kera”, jawab sang ikan.
“Cepat kemari, banjir bandang melanda dari hulu sungai sana. Cepatlah kau ikut aku. Biar kuselamatkan kau. Akan kuamankan kau bersamaku di puncak dahan tertinggi pohon ini”.
“Tapi kera…”, jawab sang ikan.
“Sudahlah!! Tak ada waktu untuk berdebat! Yang penting kau aman.”, tegas kera sambil segera menyambar sang ikan dari dalam air. Setelah itu segera ia beranjak, melompat ke dahan tertinggi sambil memeluk erat sahabatnya.
Tak lama, datanglah banjir bandang, mendera semua benda di permukaan rendah di seputar sungai. Satu jam lamanya banjir mendera semua wilayah di sekitar sungai. Sampai akhirnya banjir surut. Selama itu pula kera memeluk erat ikan sahabatnya, demi keselamatan sang ikan.
Setelah banjir reda, sang kera melompat kembali ke bawah, hendak mengembalikan sang ikan ke sungai tempat tinggalnya. Dibukanya tangannya, dan terlihat sang ikan masih tertidur lelap.
“Hai ikan, bangun!” serunya. Tapi ikan diam saja. "Ikan, ikan, bangunlah! Banjir bandang sudah berlalu. Ayo melompatlah kau ke sungai, rumahmu”. Tapi ikan itu diam seribu bahasa, tak menyahut.
“IKAN!!!… IKAN!!”, kera berseru semaki keras. Tersadarlah ia, ikan itu telah mati. Mati akibat pelukannya. Manalah ada ikan biasa yang sanggup hidup di luar air? Sekalipun banjir bandang melanda, air tetaplah tempat ternyaman bagi ikan. Dan bukan pelukan hangat sang kera di atas dahan yang jauh dari air.
Itulah tadi perkataan yang hendak disampaikan sang ikan. Tapi kera tak perduli. Dengan cara pandangnya sendiri, ia hendak menyelamatkan ikan. Namun bukannya selamat, sang ikan malah mati kekeringan.
***
Sahabatku, seringkali dalam kehidupan ini kita gegabah menentukan sesuatu yang terbaik bagi orang lain.
Bukankah perilaku monyet itu terkadang menjadi perilaku kita. Dengan segala kompetensi dan kuasa kelompok yang kita miliki, kita merasa sudah membantu satu atau dua orang. Nyatanya orang tersebut sebenarnya tidak sedang membutuhkan bantuan kita. Sudut pandang kitalah yang memberikan signal tersebut. Betul tidak!
Nah, sekarang saya akan mengajak diskusi lebih khusus lagi kepada Anda yang berprofesi sebagai terapis. Coba ingat berapa sering Anda menunjukkan perilaku di atas. Dengan semena-mena Anda merasa telah membantu seseorang melalui keilmuan yang Anda miliki, padahal dengan selaksa alasan sebenarnya orang tersebut tidak ingin dibantu!
Pernahkah Anda merasa telah membantu seorang suami berhenti merokok atas permintaan istrinya? Atau pernahkan Anda merasa telah membantu seorang anak yang atas permintaan bundanya diminta untuk lebih rajin belajar? Atau kasus-kasus lain yang senada. Seseorang datang ke Anda untuk dibantu, atas permintaan orang lain?
Pernahkah Anda mendengar satu pameo sakti dalam dunia penyembuhan, 'Every healing is self healing'. Bahwa pada prinsipnya semua kesembuhan berasal dari diri sendiri. Seampuh apapun teknik yang diberikan oleh seorang terapis, namun jika klien tidak bersedia mengikuti anjuran teknik tersebut, maka nihil pula hasilnya. Semujarab apapun obat yang diberikan oleh seorang dokter, namun jika pasien tidak mau meminumnya, maka nol besar pula khasiatnya.
Bahkan kita para hipnoterapis sangat mahfum bahwa syarat utama seseorang bisa dihipnosis adalah sukarela. Sudah suka, juga mesti rela. Suka kepada terapisnya dan rela mengikuti semua sugestinya.
Oleh karena itu, sebelum saya melakukan sebuah sesi terapi, setelah saya mendapatkan kondisi yang kurang memberdayakan dari klien, maka biasanya saya menyiapkan 3 langkah awal sbb:
- Menanyakan apakah klien SUKARELA (MAU) dibantu. Jika jawabannya adalah YA
- Tanya klien apakah dia percaya kepada kita selaku terapisnya
- Tanya klien apakah dia bisa dipercaya?
Sahabatku, dalam bahasa Inggris pengusada atau terapis disebut THERAPIST. Dan sebutan ini hanya layak kita sandang jika kita sudah melakukan 3 langkah awal di atas, karena jika tidak, maka kita hanyalah akan menjadi seorang THE-RAPIST. Fahimtum!
Tabik
-haridewa-
Professional Hypnotherapist
Happiness Life Coach
Happy Counselor
Related Post
ACTPLUS CONSULTING INDONESIA :
The Boulevard 27 G, Jl Fahrudin no 5 Tanah Abang Jakarta Pusat.
The Boulevard 27 G, Jl Fahrudin no 5 Tanah Abang Jakarta Pusat.
SUPPORT INFO :
+62 817 903 9372
+62 811 948 7572
haridewa@gmail.com
Newsletter
Copyright © 2020Cafe Therapy - Pusat Belajar NLP & Hipnosis
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar