KISAH ANTING DAN BAN SEPEDA

 



KISAH ANTING DAN BAN SEPEDA



Di suatu daerah terpencil nun jauh di sana hidup sepasang suami isteri yang sedang menikmati hari-hari bahagia mereka. Canda ria dan guyonan keluarga yang biasa menjadi bumbu dalam kehidupan berumah tangga sering mereka lakukan. Mereka terlihat begitu menikmati hidup yang penuh ceria, sampai pada suatu saat mereka tersentak oleh suatu keadaan.

Besarnya cinta suami kepada sang isteri menimbulkan semangat ingin membahagiakannya. Ia merasa sedih manakala menatap wajah isterinya. Dalam penglihatannya, wajah cantik sang isteri mendadak memudar begitu dilihat anting-anting yang dipakainya hanya sebelah.

Demikian juga besarnya rasa sayang isteri kepada sang suami membuat ia menaruh perhatian sangat besar. Ia merasa kasihan melihat sepeda satu-satunya milik suami yang menjadi andalannya mencari nafkah tidak bisa dipakai karena bannya hanya satu.

Ide brillian muncul dalam hati suaminya. “Percuma aku punya sepeda kalau bannya hanya satu. Daripada tidak bisa dipakai ngojek akan aku jual dan hasilnya akan aku belikan anting-anting sebelah untuk menggenapkan yang sudah ada”. Dengan maksud membuat surprise kepada isterinya, tanpa pikir panjang ia pun berangkat ke pasar.

Pada saat yang bersamaan, ternyata isterinyapun mempunyai pikiran yang sama. “Daripada memakai anting-anting hanya sebelah mengapa tidak aku jual saja, dan hasilnya akan aku belikan ban sepeda supaya suami bisa mencari nafkah dengan baik”. Iapun bergegas pergi ke pasar, mumpung suaminya sedang tidak ada.

Setelah mereka mewujudkan rencana masing-masing, apa yang terjadi ? Mereka berkumpul di rumah dan perbincangan pun dimulai.

“Mas”, sang isteri memulai pembicaraan. “Mulai besok kamu sudah bisa mencari nafkah lagi. Saya belikan satu ban sepeda supaya sepedamu bisa dipake ngojek”. Suaminya terlihat kaget seraya bertanya, “Dari mana kamu punya uang?”. Sang isteri pun memberi penjelasan, “Ban sepeda ini aku beli dari penjualan anting-anting yang sebelah itu. Aku jual karena kalau dipakai juga kurang pantas kalau hanya sebelah”.

“Astaghfirullah”, timpal suaminya. “Mengapa kamu nggak bilang dulu. Ban sepeda yang satu itu sudah aku jual untuk membeli anting-anting supaya kamu pantas memakainya”.

Semuanya terdiam… sesekali mereka menarik nafas panjang. Cita-cita mereka ingin membahagiakan pasangan belum bisa diwujudkan akibat keinginan mereka tidak dikomunikasikan terlebih dahulu.

Cerita di atas bisa saja terjadi pada diri kita jika kita tidak mau terbuka dan berterus terang kepada pasangan kita. Komunikasi dan bermusyawarah merupakan unsur penting dalam membangun kebahagiaan, apakah itu kebahagiaan pribadi, rumah tangga, keluarga, maupun dalam konteks yang lebih luas.

وَ شَاوِرْهُمْ فِى اْلاَمْرِ

“Dan musyawarahkanlah urusan itu dengan mereka”

Komentar

Postingan Populer