Mimpi dan Ambisi
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
"Mimpi dan Ambisi"
Mimpi dan Ambisi yang saya pahami 5 atau 10 tahun kebelakang sangat berbeda sekali dengan apa yang saya maknai beberapa waktu kemudian.
Seberapapun terlihat Mulianya mimpi dan Ambisi saya dulu .
Namun diakui atau tidak spirit dari mimpi dan Ambisi itu adalah "Tuhan Tuhan selain Allah".
Meskipun mulut menyebut namanya, tapi hati ini berharap kepada selainnya.
Ya Tuhan Tuhan lain itu diantaranya adalah pengakuan, penghargaan, dan penilaian, kekaguman, cinta dan pujian manusia.
Setiap apapun yang dilakukan ketika itu, mulai dari berbicara , bersikap, update status medsos , pasang foto, presentasi , tampil di panggung, berdagang menulis buku, mengambil keputusan untuk membeli sesuatu, lain sebagainya.
Semua dipersembahkan Demi Tuhan Tuhan lain itu.
Jauh rasanya hati ini dari berpuas diri dengan penilaian dari Nya.
Apa indikasinya?
Mudah Saja, ketika masih ada harapan pada tuhan-tuhan lain itu, kita akan menjadi pribadi yang mudah tersinggung, banyak kecewa, selalu ingin diketahui orang lain, sering sakit hati, sering mendengki , sulit merendahkan hati, berkobar semangat bersaing, dalam urusan dunia, resah, gelisa, lelah dan lain sejenisnya.
Pada saat itu impian-impian seakan terasa semakin menjauh untuk diwujudkan. Jikalaupun sampai terwujud betapa lelah proses untuk menggapainya, tak ada Kenikmatan tak ada keberkahan.
Sampai Akhirnya kesadaran itu hadir dan seringkali memang dihadirkan oleh pengalaman hidup dalam bentuk kepahitan kesakitan kesusahan kesempitan atau bentuk lain yang tidak enak rasanya.
Seperti yang dikatakan Imam Syafi'i;
"Ketika hatimu terlalu berharap kepada seseorang maka Allah timpakan atas mu Pedihnya sebuah pengharapan, supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui hati yang berharap kepada selain Dia.
Maka Allah menghalangi dari perkara tersebut agar kamu kembali berharap kepada Nya."
Ada satu Ambisi yang akan membuat hidup ini ringan bahagia , Indah, berkah dan ter nikmati.
Ambisi yang dibingkai semua keinginan dan harapan,
Ambisi itu adalah Keridhaan-Nya.
Ambisi itu menjadi hamba yang di Ridhoi Nya.
Jika sudah seperti itu, sudah tidak ada lagi urusan untuk mengalahkan orang lain atau menjadi yang terbaik dibandingkan yang lain dalam urusan dunia.
Melainkan hanya ingin bersinergi dan berkontribusi memberi manfaat sebesar-besarnya kepada siapapun.
Jika sudah seperti itu, hilang sudah perasaan selalu merasa kurang, melainkan hadir hati yang selalu merasa cukup, jiwa yang penuh dengan cinta dan Kedamaian.
Jika sudah seperti itu hilang sudah perasaan ingin selalu tampil dan menonjolkan diri, melainkan hadir kesadaran untuk berbagi peran untuk mencapai sebuah misi.
Jika sudah seperti itu hilang sudah ego dan pemaksaan kehendak diri, melainkan yang hadir adalah ikhtiar ikhtiar yang menentramkan dalam bingkai kepasrahan, ikhtiar yang berbalut ketenangan, ketenangan yang berasal dari keyakinan akan jaminan Nya.
Karena mimpi dan Ambisi layaknya sebuah doa, meminta dan mengusahakannya adalah sebuah kebaikan namun perkara dikabulkan atau tidak terwujud atau tidak. Dialah yang maha tahu mana yang terbaik bagi hamba-Nya. Memurnikan niatnya menyempurnakan langkahnya lalu memasrahkan hasilnya.
Jika yang diinginkan adalah Ridho Nya, maka akan mudah pula kita memiliki hati yang selalu ridho terhadap apapun kejadian, takdir dan semua yang menjadi ketetapannya.
Namun anehnya, Ketika mimpi dan Ambisi selain keridhaan-nya sudah tak ada lagi di hati, satu demi satu dari mimpi-mimpi itu seperti terus mendekat dalam genggaman.
Terlihatlah salah satu Sabda Rasulullah;
"Barangsiapa menjadikan dunia sebagai tujuan utamanya maka Allah akan cerai beraikan urusannya"
Lalu Allah jadikan kefakiran selalu menghantuinya dan rezeki dunia tak akan datang kepadanya kecuali hanya sesuai yang telah ditakdirkan saja.
Sedangkan barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai Puncak cita- cita nya, Maka Allah akan meringankan urusannya, Lalu Allah isi hatinya dengan kecukupan dan rezeki di dunia mendatanginya padahal Ia tak minta" ( hadits riwayat Al Baihaqi dan Ibnu Hibban)
www.akhlakulkarimahhipnoterapi.com
Komentar
Posting Komentar