Lesson 1 : A History of Hypnosis: from Ancient Times to Mode

 


Lesson 1 : A History of Hypnosis: from Ancient Times to Modern

Fenomena Hipnosis dalam Tradisi Kuno


 

Kegiatan dengan unsur-unsur hipnosis (hipnotisme) telah banyak dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, di berbagai tempat dan budaya peradaban manusia.  Di Mesir, budaya hipnotisme telah dikenal sejak masa pra-sejarah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya gambar kuno yang melukiskan adanya kegiatan penyembuhan; gambar orang-orang yang sedang tertidur dan tabib yang mengobatinya.

Naskah kuno di Mesir, Papirus Ebers—yang ditemukan pada abad ke-19 di kota Thebes—hingga saat ini, diperkirakan menjadi bukti tertulis pertama yang menuliskan berbagai kegiatan ritual dengan unsur-unsur hipnosis. Naskah ini menceritakan adanya terapi “tidur” di kuil-kuil Mesir oleh Imhotep, seorang penyembuh dan pemikir pada masa pemerintahan Faraoh Zoser, pada 2980—2900 SM.

Tradisi pengobatan yang sama juga dikenal di Yunani lewat praktik-praktik penyembuhan di kuil-kuil Eskulapian sekitar tahun 500 SM. Sementara itu, di China, kegiatan penyembuhan dengan menggunakan mantra dan penumpangan tangan sempat dituliskan oleh Wong Tai, yang dikenal sebagai Bapak Pengobatan di China, pada 2600 SM.

James Braid (pencetus istilah “hypnosis”), dalam bukunya yang berjudul Neurypnology (1843), menyebutkan banyak tradisi kuno lain di Asia yang lekat dengan hipnotisme. Beberapa yang tercatat dalam buku tersebut adalah praktik meditasi Hindu Kuno dan budaya tradisional Persia yang berkesesuaian dengan kegiatan hipnosis. Contohnya adalah pengulangan kata-kata dengan ritme tertentu (mantra) dan tarian-tarian ritual yang menyebabkan fenomena trans.

Budaya hipnosis juga dikenal di kalangan masyarakat Eropa sejak abad pertengahan. Di Inggris, Edward the Confessor (1066) memperkenalkan penyembuhan dengan menyentuh rakyatnya yang sedang sakit, yang dikenal dengan istilah “royal touch”.  Kebiasaan itu juga diikuti para raja di Prancis, yang menyebut diri mereka sebagai maha penyembuh (devine). Penyembuhan dengan penumpangan tangan di atas kepala orang yang sakit sambil mengutip bacaan dari kitab suci juga banyak dilakukan oleh imam-imam gereja pada zaman tersebut.

Kebiasaan ini akhirnya mulai ditinggalkan pada akhir abad ke-18, era renaissance, karena  masyarakat Eropa mulai mencari dasar ilmiah atas berbagai fenomena yang terjadi.

Magnetisme: Awal Teori Hipnosis Modern

Pada masa-masa sebelumnya, penyembuhan-penyembuhan yang identik dengan hipnotisme tersebut dianggap penuh dengan nuansa magis dan tidak masuk akal. Namun, pada perkembangan selanjutnya, para ahli mulai mempelajari sisi rasional di balik fenomena tersebut.

Salah satu tokoh ahli tersebut adalah Franz Anton Mesmer (1734—1815), seorang berkebangsaan Austria yang mencurahkan waktunya untuk melakukan penelitian ilmiah terhadap kegiatan tersebut.

Mesmer meneliti berdasarkan metode yang dilakukan oleh Paracelcus (1493—1541), seorang penyembuh asal Swiss yang melakukan kegiatan penyembuhannya dengan peletakan tangan dan gerakan tangan (passé) magnetis. Mesmer juga terinspirasi oleh gurunya, Father Maximillian Hell (1720—1792), dan Richard Mead—yang mengatakan sistem kehidupan berjalan sesuai keseimbangan alam.

Selain itu, Mesmer juga terinspirasi oleh seorang pendeta Jesuit yang mencoba menemukan cara untuk menyembuhkan orang dengan pelat metal. Hal itu menginspirasi Mesmer dalam mengemukakan teori-teori ilmiah atas inspirasi berbagai metode penyembuhan yang ia teliti, yang kemudian dikenal dengan “Magnetisme” atau “Mesmerisme”.

Pada masa mendatang, teori tersebut dianggap tidak valid dan relevan. Akan tetapi, karena penelitiannya tersebut, Mesmer telah mengubah persepsi baru terhadap kegiatan-kegiatan penyembuhan yang sebelumnya dipandang sebagai bagian dari sihir. Karena itulah, Mesmer dianggap sebagai Bapak Hipnotisme Modern.

Dalam teorinya, Mesmer mengemukakan adanya cairan misterius dalam tubuh manusia dan alam semesta yang disebutnya sebagai gravitasi binatang (animal gravitation), kemudian istilah itu ia koreksi menjadi magnetisme binatang (animal magnetism).

Menurut teori Mesmer, segala penyakit dalam tubuh manusia terjadi karena tidak adanya keseimbangan dari cairan tersebut di dalam tubuh. Oleh karena itu, Mesmer beranggapan bahwa penyembuhan terhadap penyakit dapat dilakukan dengan meletakkan medan magnet pada bagian-bagian tubuh si pasien yang sakit.

Pada perkembangan selanjutnya, Mesmer menemukan bahwa penggunaan medan magnet tidak perlu lagi dilakukan karena tubuh manusia yang sehat dapat menyalurkan energi magnetis untuk menyembuhkan orang yang sakit. Selanjutnya, penyembuhan yang dilakukan oleh Mesmer mulai meninggalkan penggunaan medan magnet dan dilakukan dengan pengalirkan energi magnetis dari telapak tangan sang penyembuh.

Metode penyembuhan tersebut tidak lazim dan kontroversial sehingga Mesmer dikucilkan oleh kalangan dokter di Wina, Austria, dan izin praktik dokternya pun dicabut. Sejak itu, Mesmer pindah ke Paris, membuka praktik di sana dan menjadi sangat terkenal. Namun, di Paris, Mesmer mengalami hal serupa. Ia banyak mendapat kecaman dan tentangan terhadap metode yang digunakannya.

Pada 1784, Raja Prancis  Louis XVI membentuk suatu dewan khusus yang terdiri atas para ahli untuk meneliti teori Mesmerisme. Dewan itu disebut “The Franklin’s Commision”, yang beranggotakan Benjamin Franklin (ilmuwan penemu alat penangkal petir dan juga duta besar Amerika untuk Prancis pada saat itu), Dr. Guillotin (dokter ahli nyeri dan penemu mesin pemenggal kepala, Guillotin, yang terkenal), dan Antoine Lavoisier (penemu hukum kekekalan massa).

Dalam hasil penelitiannya, dewan khusus tersebut tidak menemukan bukti-bukti ilmiah dalam teori Mesmer sehingga teori tersebut dinyatakan tidak relevan. Hal ini menyebabkan Mesmer terkucil hingga ia meninggalkan Paris dan tinggal di Swiss hingga akhir hayatnya sambil terus mempraktikkan Magnetisme. Namun, bagaimanapun, saat itu, Magnetisme telah menyebar ke sebagian besar Eropa. Hal itu menarik perhatian para ahli lain untuk menyelidiki lebih lanjut tentang fenomena penyembuhan yang dilakukan oleh Mesmer.

 

 

Hipnosis Pasca–Mesmerisme


Sepeninggal Mesmer, teori Magnetisme menjadi perbincangan hangat para ahli di berbagai kalangan dan dokter medis. Beberapa di antara mereka memercayai kebenaran teori Magnetisme, sementara  yang lainnya mencoba mencari  landasan ilmiah lain di balik teori tersebut. Berikut ini beberapa dari para ahli tersebut.

Marquis de Puysegur (1751—1825)

Marquis de Puysegur merupakan ahli berkebangsaan Prancis yang menjadi salah seorang murid Mesmer.

Penelitiannya menghasilkan penemuan-penemuan yang melahirkan istilah-istilah baru, misalnya somnambulism artificial (kondisi trans yang sangat dalam yang dikondisikan bukan secara alamiah), positive & negative hallucination (halusinasi positif yang berarti sebuah kondisi melihat suatu fenomena yang sebenarnya tidak ada. Kebalikannya adalah halusinasi negatif yang berarti sebuah kondisi yang tidak melihat sesuatu yang sebenarnya ada), dan automatic ideomotor (respons saraf otomatis dalam kondisi trans).

Abbe Faria (1756—1819)

Ia adalah seorang biarawan Indo-Portugis yang berasal dari Goa, sebelah barat India, dan banyak mendalami tradisi-tradisi penyembuhan Timur.

Ia menolak pendapat Mesmer yang menyatakan adanya cairan magnetik dalam tubuh manusia. Ia lebih menekankan fenomena trans yang timbul akibat konsentrasi si pasien sendiri. Abbe Faria-lah yang kali pertama memperkenalkan teknik eye fixation, yaitu sebuah teknik menatap mata sang pasien terus-menerus untuk membawanya dalam kondisi trans.

Johann Joseph Gassner (1727—1779)

Ia adalah seorang uskup Katolik yang mempraktikkan Magnetisme yang dikombinasikan dengan ritual agama dalam ritual-ritual penyembuhannya. Ia memercayai kebenaran teori Mesmer dan menganggap teori tokoh tersebut tidak bertentangan dengan kepercayaan agamanya.

Joseph Philippe Francois Deleuze (1753—1835)

Pria berkebangsaan Prancis ini menemukan adanya sugesti yang diberikan kepada pasien dalam kondisi trans tetap terbawa ketika pasien tersebut sadar kembali (yang sekarang ini disebut dengan post-hypnotic suggestion).

 

 

John Elliotson (1791—1868)

John Elliotson merupakan dokter bedah Inggris yang menerapkan Magnetisme dalam banyak kegiatan pembedahannya. Bahkan, ia terpaksa harus meninggalkan pekerjaannya setelah pemerintah Inggris mengeluarkan larangan penggunaan Mesmerisme di rumah sakit, pada 1838.

James Esdaille (1808—1859)

Ia adalah seorang dokter Skotlandia yang bekerja di India dan sangat terapresiasi terhadap apa yang dilakukan oleh Elliotson. Penulis buku Mesmerism in India ini banyak menggunakan Magnetisme dalam praktik kedokterannya, terutama untuk kegiatan anestesia (pembiusan) karena pada saat itu obat bius belum ditemukan. Ia menyatakan pernah melakukan anestesia dengan Magnetisme untuk sebanyak 345 operasi besar. Praktik tersebut meminimalkan risiko kematian pada pembedahan, dari 50% menjadi hanya 5%.  Namun, sama halnya dengan Elliotson, British Medical Association (BMA)—lembaga yang menaungi para dokter medis Inggris Raya—mencabut izin kedokteran Esdaille karena dianggap melakukan tindakan medis yang menyimpang. Ia juga mendapat tentangan dari gereja Ortodoks waktu itu karena menghilangkan rasa sakit disebut dengan pelanggaran terhadap rencana Tuhan.

 Era Abad ke-19: Diperkenalkannya Istilah “Hipnosis”

James Braid (1795—1860), ahli bedah Skotlandia, merupakan salah satu orang yang awalnya tidak memercayai Magnetisme. Namun, dalam suatu pertunjukan Magnetisme yang dilakukan oleh seseorang bernama Lafontaine, ia berpendapat bahwa fenomena trans yang dilihatnya sungguhlah nyata, yaitu adegan menusukkan jarum kepada seorang wanita partisipan yang mengalami trans. Hal itu membuatnya tertarik untuk mempelajari teori Mesmer lebih lanjut.

Melalui penelitian eye fixation, Braid menemukan kebenaran lain yang tidak termuat dalam teori Mesmer. Braid menolak teori Mesmer tentang adanya energi magnetis dalam tubuh manusia, meskipun di sisi lain ia mengakui beberapa kebenaran dalam teori Mesmer. Menurut Braid, fenomena trans yang terjadi bukanlah akibat medan magnet dalam tubuh manusia, melainkan akibat adanya “tidur saraf” yang muncul karena perhatian terfokus oleh objek tertentu.

Dalam bukunya yang berjudul Neurypnology: The Rationale of Nervous Sleep (1843), Braid mengemukakan penggunaan istilah “neuro-hypnotism” untuk menggantikan istilah Mesmerisme dan Magnetisme. Istilah neuro-hypnotism yang dimaknai sebagai “tidur saraf” inilah yang kemudian disingkat sebagai hypnotism” (hipnotisme). Pengambilan istilah ini diadaptasi dari kosakata Yunani yaitu hypnos, nama Dewa Tidur mitologi Yunani yang digambarkan mempunyai sepasang sayap di kepalanya.

Namun, kemudian, Braid menyadari bahwa penggunaan istilah “hypnotism” tidaklah sepenuhnya tepat karena trans yang terjadi tidaklah identik dengan tidur. Braid memperkenalkan istilah baru “monoideaism” untuk menggantikan istilah “hypnotism” yang berarti terpusatnya suatu perhatian pada suatu ide yang terjadi karena kekuatan sugesti, bukan oleh energi magnet. Namun, istilah “hypnotism” sudah telanjur menyebar dan digunakan sebagai kosakata baru hingga saat ini.

Berkat penelitian Braid tersebut, penelitian dan ketertarikan ilmiah terhadap fenomena trans berkembang lebih pesat dan membuat para ahli tertarik menelitinya untuk lebih jauh.

Abad ke-19: Pasca–Teori Braid

Berikut ini beberapa ahli yang turut melakukan penelitian lebih lanjut terhadap fenomena trans dan hipnotisme.

Jean Martin Charcot (1825—1893)

Ia adalah seorang ahli saraf (neurolog) Prancis yang banyak menggunakan hipnotisme untuk penanganan kasus-kasus histeria.  Charcot berpendapat bahwa dalam kondisi hipnosis, seseorang bukanlah menjadi tidak sadar, melainkan kesadarannya bergeser di bawah kesadaran normal. Penelitian Charcot yang menunjukkan korelasi antara histeria dan hipnotisme—yang menyatakan bahwa pada dasarnya hipnosis adalah histeria (meskipun sebenarnya salah)—membuat hipnotisme diterima di kalangan dokter medis dan para ahli dalam French Academy of Science.

Ambroise-Auguste Liebeault (1823—1904)

Liebeault merupakan seorang dokter medis yang memandang hipnotisme sebagai fenomena yang rasional dan ilmiah. Ia mempraktikkan hipnotisme kepada pasien-pasiennya di kota Nancy, Prancis. Penelitian Liebeault memberikan teori pentingnya keterjalinan hubungan antara penghipnosis dengan pasiennya sebagai faktor penentu keberhasilan proses hipnosis, yang kemudian disebut dengan rapport. Liebeault mengoreksi pula pandangan Charcot yang menyatakan bahwa hipnosis pada dasarnya adalah histeria, tetapi benar-benar sebagai suatu proses normal akibat sugesti. Bersama rekannya yang bernama Hippolyte Bernheim (1840—1919), ia membuka sekolah hipnosis yang diberi nama The Nancy School of Hypnosis.

Hippolyte Bernheim (1840—1919)

Ia adalah penulis buku Suggestive Therapeutics (1886) dan merupakan rekan Liebeault. Ia dan Liebeault mengemukakan teori bahwa pengaruh sugesti memegang peranan penting pada proses hipnotisme.

 Pierre Marie Felix Janet (1859—1947)

Ia adalah seorang ahli dari Prancis yang merupakan murid Charcot. Janet menyumbangkan teori “disosiasi”, yaitu keterpisahan pengalaman traumatis masa lalu yang menyebabkan histeria, yang sebenarnya tidak hilang, tetapi hanya terpisah dalam kesadaran lebih rendah. Ia adalah orang yang kali pertama memperkenalkan istilah subconscious (bawah sadar) sebagai bagian yang terpisah dari kesadaran normal.

Sigmund Freud (1856—1939)

Freud yang berasal dari Austria sangat terkesan oleh hipnotisme yang banyak dilakukan Charcot dan ia pun belajar kepada tokoh tersebut. Ia juga belajar kepada Bernheim dan Libeault serta menerapkan praktik-praktik hipnotisme untuk menyembuhkan pasien akibat histeria. Kemudian, Freud meninggalkan hipnotisme dan lebih memperkenalkan teori baru, yaitu psikoanalisis. Meski demikian, Freud telah memberikan sumbangan teori hipnotisme dengan memperkenalkan secara lebih terperinci mengenai fenomena bawah sadar manusia dan cara kerjanya.

Melalui teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, pola pandang terhadap hipnosis sebagai suatu fenomena yang ilmiah dan alamiah mengalami perkembangan yang pesat seiring perkembangan zaman. Pada 8—12 Agustus 1889, diselenggarakan Kongres Internasional Pertama untuk Penggunaan dan Terapi Hipnosisme (First International Congress for Experimental and Therapeutic Hypnotism). Kongres yang diselenggarakan di Paris ini mendiskusikan hipnotisme lebih lanjut dan dihadiri oleh tokoh-tokoh hipnotisme, antara lain Charcot, Bernheim, Liebeault, dan Freud. Kongres ini berlanjut dan diadakan kembali pada 12—16 Agustus 1900.

Pada 1892, dengan suara bulat, British Medical Association (BMA) memperbolehkan penggunaan hipnotisme secara lebih lanjut, yang dijabarkan bukan melalui konsep-konsep magnetisme.

 Hipnosis pada Abad ke-20


Setelah bermunculan konsep-konsep hipnotisme yang dapat dibuktikan secara rasional, pada abad ke-20, penggunaan hipnosis mulai diperbolehkan secara resmi di berbagai negara. Hal itu terjadi setelah diketahui bahwa penerapan hipnosis terbukti bermanfaat besar, terutama dalam penanganan korban traumatik pasca-Perang Dunia I, II, dan Perang Korea, yang dikenal dengan istilah Post Traumatic Stress Disorder.

 

Tokoh-Tokoh Hipnosis pada Abad ke-20

 

Siapakah tokoh-tokoh hipnosis yang berperan besar dalam perkembangan hipnosis abad ke-20?

Emile Coue (1857—1926)

Coue adalah seorang ahli farmasi dari Prancis yang juga merupakan pendiri sekolah hipnosis The New Nancy School. Dalam pengalamannya, Coue menemukan bahwa pujian-pujian yang diberikan pada obat yang diminum pasien memengaruhi keberhasilan penyembuhan. Hal ini memberikan landasan teori bahwa sebuah kekuatan imajinasi dan autosugesti (sugesti diri) yang dilakukan sendiri oleh pasien merupakan  proses penting dalam hipnosis.

Clark Leonard Hull (1884—1942)

Hull adalah ilmuwan dari Yale University yang menulis buku Hypnosis and Suggestibility (1933). Ia banyak menyebarkan fenomena hipnosis seperti hipnosis untuk anesthesia dan amnesia pascahipnosis.

 Davis & R. Husband

Kedua tokoh ini memperkenalkan skala level trans yang disebut dengan Davis-Husband Scale. Skala ini memuat kedalaman trans hingga 30 tingkat, dimulai dari tahap Relaksasi hingga Hyperesthesia. Skala itu termuat dari buku mereka, yaitu A Study of Hypnotic Susceptibility in Relation to Personality Traits (1931).

Dave Elman (1900—1967)

Tokoh ini berperan besar dalam penyebaran hipnosis untuk keperluan medis meskipun tidak diketahui dengan jelas apakah Elman pernah mendalami pendidikan medis sebelumnya. Ia memperkenalkan banyak teknik induksi, termasuk juga rapid induction (induksi cepat) yang banyak digunakan dalam hipnosis panggung .

 

Tokoh-Tokoh Hipnosis pada Akhir Abad ke-20

Beberapa tokoh lain juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan hipnosis pada akhir abad ke-20. Berikut ini beberapa tokoh tersebut.

Harry Arons

Pada 1967, Harry Arons memperkenalkan hipnosis untuk tujuan investigasi (forensic hypnosis) dalam bukunya yang berjudul Hypnosis in Criminal Investigation. Buku tersebut memberikan sumbangsih terhadap sistem peradilan sehingga Arons sering diundang ke berbagai negara untuk memberikan pelatihan mengenai pemanfaatan hipnosis untuk tujuan forensik kepada para praktisi badan peradilan.

Arons juga memperkenalkan skala kedalaman trans yang lebih sederhana yang kemudian dikenal dengan Arons Scale. Skala ini mempunyai enam tingkatan yaitu Hypnoidal, Light Trance, Medium Trance, Profound Trance, Somnambulism, dan Profound Somnambulism.

Milton Hyland Erickson (1901—1980)

Milton H. Erickson adalah seorang psikiater asal Amerika Serikat yang sangat jenius dan memberikan kontribusi sangat besar dalam khazanah keilmuan baru dalam hipnosis. Ia mengembangkan teknik-teknik induksi hipnosis dengan membingungkan klien (client confusion) dan dengan berjabat tangan (handshake induction) untuk membuat kesadaran klien menjadi sibuk dan mudah disugesti.

Erickson juga memperkenalkan penggunaan metafora (analogi lewat cerita-cerita) untuk menjangkau pikiran bawah sadar subjek terhipnosis. Selain itu, ia memperkenalkan teknik komunikasi hipnosis secara tidak langsung (permissive) atau persuasif yang mendapat apresiasi luas dari berbagai kalangan. Sebelumnya, yang dikenal adalah gaya pemberian sugesti memerintah (authorian) yang dapat menimbulkan resistensi dari subjek terhipnosis.

Teknik-teknik Erickson ini diadaptasi oleh Richard Bandler dan John Grinder saat mereka memperkenalkan teknik bahasa pemrograman pikiran yang disebut dengan Neuro Linguistic Programming (NLP) pada sekitar tahun 1970.

Ormond McGill (1913—2005)

Ormond McGill adalah seorang ahli hipnosis panggung dan juga hipnoterapis yang sangat mumpuni di Amerika Serikat. Ia banyak memberikan petunjuk-petunjuk pengaplikasian hipnosis, baik untuk tujuan terapi maupun hiburan. Bukunya yang berjudul The New Encyclopedia of Stage Hypnotism (1996) memberikan wawasan yang sangat berguna bagi pelaku hipnosis, terutama hipnosis panggung.

Para pelaku hipnosis menggelarinya dengan “The Dean of American Stage Hypnotists” (Begawan Hipnosis Panggung Amerika).

 

 

Komentar

Postingan Populer