Sabtu, 19 Oktober 2024

Lesson 1 : A History of Hypnosis: from Ancient Times to Mode

 


Lesson 1 : A History of Hypnosis: from Ancient Times to Modern

Fenomena Hipnosis dalam Tradisi Kuno


 

Kegiatan dengan unsur-unsur hipnosis (hipnotisme) telah banyak dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, di berbagai tempat dan budaya peradaban manusia.  Di Mesir, budaya hipnotisme telah dikenal sejak masa pra-sejarah. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya gambar kuno yang melukiskan adanya kegiatan penyembuhan; gambar orang-orang yang sedang tertidur dan tabib yang mengobatinya.

Naskah kuno di Mesir, Papirus Ebers—yang ditemukan pada abad ke-19 di kota Thebes—hingga saat ini, diperkirakan menjadi bukti tertulis pertama yang menuliskan berbagai kegiatan ritual dengan unsur-unsur hipnosis. Naskah ini menceritakan adanya terapi “tidur” di kuil-kuil Mesir oleh Imhotep, seorang penyembuh dan pemikir pada masa pemerintahan Faraoh Zoser, pada 2980—2900 SM.

Tradisi pengobatan yang sama juga dikenal di Yunani lewat praktik-praktik penyembuhan di kuil-kuil Eskulapian sekitar tahun 500 SM. Sementara itu, di China, kegiatan penyembuhan dengan menggunakan mantra dan penumpangan tangan sempat dituliskan oleh Wong Tai, yang dikenal sebagai Bapak Pengobatan di China, pada 2600 SM.

James Braid (pencetus istilah “hypnosis”), dalam bukunya yang berjudul Neurypnology (1843), menyebutkan banyak tradisi kuno lain di Asia yang lekat dengan hipnotisme. Beberapa yang tercatat dalam buku tersebut adalah praktik meditasi Hindu Kuno dan budaya tradisional Persia yang berkesesuaian dengan kegiatan hipnosis. Contohnya adalah pengulangan kata-kata dengan ritme tertentu (mantra) dan tarian-tarian ritual yang menyebabkan fenomena trans.

Budaya hipnosis juga dikenal di kalangan masyarakat Eropa sejak abad pertengahan. Di Inggris, Edward the Confessor (1066) memperkenalkan penyembuhan dengan menyentuh rakyatnya yang sedang sakit, yang dikenal dengan istilah “royal touch”.  Kebiasaan itu juga diikuti para raja di Prancis, yang menyebut diri mereka sebagai maha penyembuh (devine). Penyembuhan dengan penumpangan tangan di atas kepala orang yang sakit sambil mengutip bacaan dari kitab suci juga banyak dilakukan oleh imam-imam gereja pada zaman tersebut.

Kebiasaan ini akhirnya mulai ditinggalkan pada akhir abad ke-18, era renaissance, karena  masyarakat Eropa mulai mencari dasar ilmiah atas berbagai fenomena yang terjadi.

Magnetisme: Awal Teori Hipnosis Modern

Pada masa-masa sebelumnya, penyembuhan-penyembuhan yang identik dengan hipnotisme tersebut dianggap penuh dengan nuansa magis dan tidak masuk akal. Namun, pada perkembangan selanjutnya, para ahli mulai mempelajari sisi rasional di balik fenomena tersebut.

Salah satu tokoh ahli tersebut adalah Franz Anton Mesmer (1734—1815), seorang berkebangsaan Austria yang mencurahkan waktunya untuk melakukan penelitian ilmiah terhadap kegiatan tersebut.

Mesmer meneliti berdasarkan metode yang dilakukan oleh Paracelcus (1493—1541), seorang penyembuh asal Swiss yang melakukan kegiatan penyembuhannya dengan peletakan tangan dan gerakan tangan (passé) magnetis. Mesmer juga terinspirasi oleh gurunya, Father Maximillian Hell (1720—1792), dan Richard Mead—yang mengatakan sistem kehidupan berjalan sesuai keseimbangan alam.

Selain itu, Mesmer juga terinspirasi oleh seorang pendeta Jesuit yang mencoba menemukan cara untuk menyembuhkan orang dengan pelat metal. Hal itu menginspirasi Mesmer dalam mengemukakan teori-teori ilmiah atas inspirasi berbagai metode penyembuhan yang ia teliti, yang kemudian dikenal dengan “Magnetisme” atau “Mesmerisme”.

Pada masa mendatang, teori tersebut dianggap tidak valid dan relevan. Akan tetapi, karena penelitiannya tersebut, Mesmer telah mengubah persepsi baru terhadap kegiatan-kegiatan penyembuhan yang sebelumnya dipandang sebagai bagian dari sihir. Karena itulah, Mesmer dianggap sebagai Bapak Hipnotisme Modern.

Dalam teorinya, Mesmer mengemukakan adanya cairan misterius dalam tubuh manusia dan alam semesta yang disebutnya sebagai gravitasi binatang (animal gravitation), kemudian istilah itu ia koreksi menjadi magnetisme binatang (animal magnetism).

Menurut teori Mesmer, segala penyakit dalam tubuh manusia terjadi karena tidak adanya keseimbangan dari cairan tersebut di dalam tubuh. Oleh karena itu, Mesmer beranggapan bahwa penyembuhan terhadap penyakit dapat dilakukan dengan meletakkan medan magnet pada bagian-bagian tubuh si pasien yang sakit.

Pada perkembangan selanjutnya, Mesmer menemukan bahwa penggunaan medan magnet tidak perlu lagi dilakukan karena tubuh manusia yang sehat dapat menyalurkan energi magnetis untuk menyembuhkan orang yang sakit. Selanjutnya, penyembuhan yang dilakukan oleh Mesmer mulai meninggalkan penggunaan medan magnet dan dilakukan dengan pengalirkan energi magnetis dari telapak tangan sang penyembuh.

Metode penyembuhan tersebut tidak lazim dan kontroversial sehingga Mesmer dikucilkan oleh kalangan dokter di Wina, Austria, dan izin praktik dokternya pun dicabut. Sejak itu, Mesmer pindah ke Paris, membuka praktik di sana dan menjadi sangat terkenal. Namun, di Paris, Mesmer mengalami hal serupa. Ia banyak mendapat kecaman dan tentangan terhadap metode yang digunakannya.

Pada 1784, Raja Prancis  Louis XVI membentuk suatu dewan khusus yang terdiri atas para ahli untuk meneliti teori Mesmerisme. Dewan itu disebut “The Franklin’s Commision”, yang beranggotakan Benjamin Franklin (ilmuwan penemu alat penangkal petir dan juga duta besar Amerika untuk Prancis pada saat itu), Dr. Guillotin (dokter ahli nyeri dan penemu mesin pemenggal kepala, Guillotin, yang terkenal), dan Antoine Lavoisier (penemu hukum kekekalan massa).

Dalam hasil penelitiannya, dewan khusus tersebut tidak menemukan bukti-bukti ilmiah dalam teori Mesmer sehingga teori tersebut dinyatakan tidak relevan. Hal ini menyebabkan Mesmer terkucil hingga ia meninggalkan Paris dan tinggal di Swiss hingga akhir hayatnya sambil terus mempraktikkan Magnetisme. Namun, bagaimanapun, saat itu, Magnetisme telah menyebar ke sebagian besar Eropa. Hal itu menarik perhatian para ahli lain untuk menyelidiki lebih lanjut tentang fenomena penyembuhan yang dilakukan oleh Mesmer.

 

 

Hipnosis Pasca–Mesmerisme


Sepeninggal Mesmer, teori Magnetisme menjadi perbincangan hangat para ahli di berbagai kalangan dan dokter medis. Beberapa di antara mereka memercayai kebenaran teori Magnetisme, sementara  yang lainnya mencoba mencari  landasan ilmiah lain di balik teori tersebut. Berikut ini beberapa dari para ahli tersebut.

Marquis de Puysegur (1751—1825)

Marquis de Puysegur merupakan ahli berkebangsaan Prancis yang menjadi salah seorang murid Mesmer.

Penelitiannya menghasilkan penemuan-penemuan yang melahirkan istilah-istilah baru, misalnya somnambulism artificial (kondisi trans yang sangat dalam yang dikondisikan bukan secara alamiah), positive & negative hallucination (halusinasi positif yang berarti sebuah kondisi melihat suatu fenomena yang sebenarnya tidak ada. Kebalikannya adalah halusinasi negatif yang berarti sebuah kondisi yang tidak melihat sesuatu yang sebenarnya ada), dan automatic ideomotor (respons saraf otomatis dalam kondisi trans).

Abbe Faria (1756—1819)

Ia adalah seorang biarawan Indo-Portugis yang berasal dari Goa, sebelah barat India, dan banyak mendalami tradisi-tradisi penyembuhan Timur.

Ia menolak pendapat Mesmer yang menyatakan adanya cairan magnetik dalam tubuh manusia. Ia lebih menekankan fenomena trans yang timbul akibat konsentrasi si pasien sendiri. Abbe Faria-lah yang kali pertama memperkenalkan teknik eye fixation, yaitu sebuah teknik menatap mata sang pasien terus-menerus untuk membawanya dalam kondisi trans.

Johann Joseph Gassner (1727—1779)

Ia adalah seorang uskup Katolik yang mempraktikkan Magnetisme yang dikombinasikan dengan ritual agama dalam ritual-ritual penyembuhannya. Ia memercayai kebenaran teori Mesmer dan menganggap teori tokoh tersebut tidak bertentangan dengan kepercayaan agamanya.

Joseph Philippe Francois Deleuze (1753—1835)

Pria berkebangsaan Prancis ini menemukan adanya sugesti yang diberikan kepada pasien dalam kondisi trans tetap terbawa ketika pasien tersebut sadar kembali (yang sekarang ini disebut dengan post-hypnotic suggestion).

 

 

John Elliotson (1791—1868)

John Elliotson merupakan dokter bedah Inggris yang menerapkan Magnetisme dalam banyak kegiatan pembedahannya. Bahkan, ia terpaksa harus meninggalkan pekerjaannya setelah pemerintah Inggris mengeluarkan larangan penggunaan Mesmerisme di rumah sakit, pada 1838.

James Esdaille (1808—1859)

Ia adalah seorang dokter Skotlandia yang bekerja di India dan sangat terapresiasi terhadap apa yang dilakukan oleh Elliotson. Penulis buku Mesmerism in India ini banyak menggunakan Magnetisme dalam praktik kedokterannya, terutama untuk kegiatan anestesia (pembiusan) karena pada saat itu obat bius belum ditemukan. Ia menyatakan pernah melakukan anestesia dengan Magnetisme untuk sebanyak 345 operasi besar. Praktik tersebut meminimalkan risiko kematian pada pembedahan, dari 50% menjadi hanya 5%.  Namun, sama halnya dengan Elliotson, British Medical Association (BMA)—lembaga yang menaungi para dokter medis Inggris Raya—mencabut izin kedokteran Esdaille karena dianggap melakukan tindakan medis yang menyimpang. Ia juga mendapat tentangan dari gereja Ortodoks waktu itu karena menghilangkan rasa sakit disebut dengan pelanggaran terhadap rencana Tuhan.

 Era Abad ke-19: Diperkenalkannya Istilah “Hipnosis”

James Braid (1795—1860), ahli bedah Skotlandia, merupakan salah satu orang yang awalnya tidak memercayai Magnetisme. Namun, dalam suatu pertunjukan Magnetisme yang dilakukan oleh seseorang bernama Lafontaine, ia berpendapat bahwa fenomena trans yang dilihatnya sungguhlah nyata, yaitu adegan menusukkan jarum kepada seorang wanita partisipan yang mengalami trans. Hal itu membuatnya tertarik untuk mempelajari teori Mesmer lebih lanjut.

Melalui penelitian eye fixation, Braid menemukan kebenaran lain yang tidak termuat dalam teori Mesmer. Braid menolak teori Mesmer tentang adanya energi magnetis dalam tubuh manusia, meskipun di sisi lain ia mengakui beberapa kebenaran dalam teori Mesmer. Menurut Braid, fenomena trans yang terjadi bukanlah akibat medan magnet dalam tubuh manusia, melainkan akibat adanya “tidur saraf” yang muncul karena perhatian terfokus oleh objek tertentu.

Dalam bukunya yang berjudul Neurypnology: The Rationale of Nervous Sleep (1843), Braid mengemukakan penggunaan istilah “neuro-hypnotism” untuk menggantikan istilah Mesmerisme dan Magnetisme. Istilah neuro-hypnotism yang dimaknai sebagai “tidur saraf” inilah yang kemudian disingkat sebagai hypnotism” (hipnotisme). Pengambilan istilah ini diadaptasi dari kosakata Yunani yaitu hypnos, nama Dewa Tidur mitologi Yunani yang digambarkan mempunyai sepasang sayap di kepalanya.

Namun, kemudian, Braid menyadari bahwa penggunaan istilah “hypnotism” tidaklah sepenuhnya tepat karena trans yang terjadi tidaklah identik dengan tidur. Braid memperkenalkan istilah baru “monoideaism” untuk menggantikan istilah “hypnotism” yang berarti terpusatnya suatu perhatian pada suatu ide yang terjadi karena kekuatan sugesti, bukan oleh energi magnet. Namun, istilah “hypnotism” sudah telanjur menyebar dan digunakan sebagai kosakata baru hingga saat ini.

Berkat penelitian Braid tersebut, penelitian dan ketertarikan ilmiah terhadap fenomena trans berkembang lebih pesat dan membuat para ahli tertarik menelitinya untuk lebih jauh.

Abad ke-19: Pasca–Teori Braid

Berikut ini beberapa ahli yang turut melakukan penelitian lebih lanjut terhadap fenomena trans dan hipnotisme.

Jean Martin Charcot (1825—1893)

Ia adalah seorang ahli saraf (neurolog) Prancis yang banyak menggunakan hipnotisme untuk penanganan kasus-kasus histeria.  Charcot berpendapat bahwa dalam kondisi hipnosis, seseorang bukanlah menjadi tidak sadar, melainkan kesadarannya bergeser di bawah kesadaran normal. Penelitian Charcot yang menunjukkan korelasi antara histeria dan hipnotisme—yang menyatakan bahwa pada dasarnya hipnosis adalah histeria (meskipun sebenarnya salah)—membuat hipnotisme diterima di kalangan dokter medis dan para ahli dalam French Academy of Science.

Ambroise-Auguste Liebeault (1823—1904)

Liebeault merupakan seorang dokter medis yang memandang hipnotisme sebagai fenomena yang rasional dan ilmiah. Ia mempraktikkan hipnotisme kepada pasien-pasiennya di kota Nancy, Prancis. Penelitian Liebeault memberikan teori pentingnya keterjalinan hubungan antara penghipnosis dengan pasiennya sebagai faktor penentu keberhasilan proses hipnosis, yang kemudian disebut dengan rapport. Liebeault mengoreksi pula pandangan Charcot yang menyatakan bahwa hipnosis pada dasarnya adalah histeria, tetapi benar-benar sebagai suatu proses normal akibat sugesti. Bersama rekannya yang bernama Hippolyte Bernheim (1840—1919), ia membuka sekolah hipnosis yang diberi nama The Nancy School of Hypnosis.

Hippolyte Bernheim (1840—1919)

Ia adalah penulis buku Suggestive Therapeutics (1886) dan merupakan rekan Liebeault. Ia dan Liebeault mengemukakan teori bahwa pengaruh sugesti memegang peranan penting pada proses hipnotisme.

 Pierre Marie Felix Janet (1859—1947)

Ia adalah seorang ahli dari Prancis yang merupakan murid Charcot. Janet menyumbangkan teori “disosiasi”, yaitu keterpisahan pengalaman traumatis masa lalu yang menyebabkan histeria, yang sebenarnya tidak hilang, tetapi hanya terpisah dalam kesadaran lebih rendah. Ia adalah orang yang kali pertama memperkenalkan istilah subconscious (bawah sadar) sebagai bagian yang terpisah dari kesadaran normal.

Sigmund Freud (1856—1939)

Freud yang berasal dari Austria sangat terkesan oleh hipnotisme yang banyak dilakukan Charcot dan ia pun belajar kepada tokoh tersebut. Ia juga belajar kepada Bernheim dan Libeault serta menerapkan praktik-praktik hipnotisme untuk menyembuhkan pasien akibat histeria. Kemudian, Freud meninggalkan hipnotisme dan lebih memperkenalkan teori baru, yaitu psikoanalisis. Meski demikian, Freud telah memberikan sumbangan teori hipnotisme dengan memperkenalkan secara lebih terperinci mengenai fenomena bawah sadar manusia dan cara kerjanya.

Melalui teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli tersebut, pola pandang terhadap hipnosis sebagai suatu fenomena yang ilmiah dan alamiah mengalami perkembangan yang pesat seiring perkembangan zaman. Pada 8—12 Agustus 1889, diselenggarakan Kongres Internasional Pertama untuk Penggunaan dan Terapi Hipnosisme (First International Congress for Experimental and Therapeutic Hypnotism). Kongres yang diselenggarakan di Paris ini mendiskusikan hipnotisme lebih lanjut dan dihadiri oleh tokoh-tokoh hipnotisme, antara lain Charcot, Bernheim, Liebeault, dan Freud. Kongres ini berlanjut dan diadakan kembali pada 12—16 Agustus 1900.

Pada 1892, dengan suara bulat, British Medical Association (BMA) memperbolehkan penggunaan hipnotisme secara lebih lanjut, yang dijabarkan bukan melalui konsep-konsep magnetisme.

 Hipnosis pada Abad ke-20


Setelah bermunculan konsep-konsep hipnotisme yang dapat dibuktikan secara rasional, pada abad ke-20, penggunaan hipnosis mulai diperbolehkan secara resmi di berbagai negara. Hal itu terjadi setelah diketahui bahwa penerapan hipnosis terbukti bermanfaat besar, terutama dalam penanganan korban traumatik pasca-Perang Dunia I, II, dan Perang Korea, yang dikenal dengan istilah Post Traumatic Stress Disorder.

 

Tokoh-Tokoh Hipnosis pada Abad ke-20

 

Siapakah tokoh-tokoh hipnosis yang berperan besar dalam perkembangan hipnosis abad ke-20?

Emile Coue (1857—1926)

Coue adalah seorang ahli farmasi dari Prancis yang juga merupakan pendiri sekolah hipnosis The New Nancy School. Dalam pengalamannya, Coue menemukan bahwa pujian-pujian yang diberikan pada obat yang diminum pasien memengaruhi keberhasilan penyembuhan. Hal ini memberikan landasan teori bahwa sebuah kekuatan imajinasi dan autosugesti (sugesti diri) yang dilakukan sendiri oleh pasien merupakan  proses penting dalam hipnosis.

Clark Leonard Hull (1884—1942)

Hull adalah ilmuwan dari Yale University yang menulis buku Hypnosis and Suggestibility (1933). Ia banyak menyebarkan fenomena hipnosis seperti hipnosis untuk anesthesia dan amnesia pascahipnosis.

 Davis & R. Husband

Kedua tokoh ini memperkenalkan skala level trans yang disebut dengan Davis-Husband Scale. Skala ini memuat kedalaman trans hingga 30 tingkat, dimulai dari tahap Relaksasi hingga Hyperesthesia. Skala itu termuat dari buku mereka, yaitu A Study of Hypnotic Susceptibility in Relation to Personality Traits (1931).

Dave Elman (1900—1967)

Tokoh ini berperan besar dalam penyebaran hipnosis untuk keperluan medis meskipun tidak diketahui dengan jelas apakah Elman pernah mendalami pendidikan medis sebelumnya. Ia memperkenalkan banyak teknik induksi, termasuk juga rapid induction (induksi cepat) yang banyak digunakan dalam hipnosis panggung .

 

Tokoh-Tokoh Hipnosis pada Akhir Abad ke-20

Beberapa tokoh lain juga memberikan kontribusi yang cukup besar dalam perkembangan hipnosis pada akhir abad ke-20. Berikut ini beberapa tokoh tersebut.

Harry Arons

Pada 1967, Harry Arons memperkenalkan hipnosis untuk tujuan investigasi (forensic hypnosis) dalam bukunya yang berjudul Hypnosis in Criminal Investigation. Buku tersebut memberikan sumbangsih terhadap sistem peradilan sehingga Arons sering diundang ke berbagai negara untuk memberikan pelatihan mengenai pemanfaatan hipnosis untuk tujuan forensik kepada para praktisi badan peradilan.

Arons juga memperkenalkan skala kedalaman trans yang lebih sederhana yang kemudian dikenal dengan Arons Scale. Skala ini mempunyai enam tingkatan yaitu Hypnoidal, Light Trance, Medium Trance, Profound Trance, Somnambulism, dan Profound Somnambulism.

Milton Hyland Erickson (1901—1980)

Milton H. Erickson adalah seorang psikiater asal Amerika Serikat yang sangat jenius dan memberikan kontribusi sangat besar dalam khazanah keilmuan baru dalam hipnosis. Ia mengembangkan teknik-teknik induksi hipnosis dengan membingungkan klien (client confusion) dan dengan berjabat tangan (handshake induction) untuk membuat kesadaran klien menjadi sibuk dan mudah disugesti.

Erickson juga memperkenalkan penggunaan metafora (analogi lewat cerita-cerita) untuk menjangkau pikiran bawah sadar subjek terhipnosis. Selain itu, ia memperkenalkan teknik komunikasi hipnosis secara tidak langsung (permissive) atau persuasif yang mendapat apresiasi luas dari berbagai kalangan. Sebelumnya, yang dikenal adalah gaya pemberian sugesti memerintah (authorian) yang dapat menimbulkan resistensi dari subjek terhipnosis.

Teknik-teknik Erickson ini diadaptasi oleh Richard Bandler dan John Grinder saat mereka memperkenalkan teknik bahasa pemrograman pikiran yang disebut dengan Neuro Linguistic Programming (NLP) pada sekitar tahun 1970.

Ormond McGill (1913—2005)

Ormond McGill adalah seorang ahli hipnosis panggung dan juga hipnoterapis yang sangat mumpuni di Amerika Serikat. Ia banyak memberikan petunjuk-petunjuk pengaplikasian hipnosis, baik untuk tujuan terapi maupun hiburan. Bukunya yang berjudul The New Encyclopedia of Stage Hypnotism (1996) memberikan wawasan yang sangat berguna bagi pelaku hipnosis, terutama hipnosis panggung.

Para pelaku hipnosis menggelarinya dengan “The Dean of American Stage Hypnotists” (Begawan Hipnosis Panggung Amerika).

 

 

Selasa, 17 September 2024

The Power Of Imajinasi



The Power Of Imajinasi 

Kisah Pertama adalah kisah hidup Mayor James Nesmeth, seorang tentara yang doyan main golf. Dia begitu tergila-gila dengan golf. Tapi sayang sekali, sebelum menikmati kesempatan itu, dia ditugaskan ke Vietnam Utara. Sungguh sial, saat di Vietnam dia ditangkap oleh tentara musuh dan dijebloskan ke penjara yang pengap dan sempit. 

Dia tidak diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan siapa pun. Situasi pengap, kosong, dan beku itu sungguh menjadi siksaan fisik dan mental yang meletihkan baginya. 

Untungnya Nesmeth sadar dirinya harus menjaga pikirannya agar tidak sinting. Dia mulai berlatih mental. Setiap hari, dengan imajinasinya, dia membayangkan dirinya berada di padang golf yang indah dan memainkan golf 18 hole. Dia berimajinasi secara detail. Dia melakukannya rata-rata empat jam sehari selama tujuh tahun.

Lantas, tujuh tahun kemudian, dia pun dibebaskan dari penjara. Namun, ada yang menarik saat dia mulai bermain golf kembali untuk pertama kalinya. Ternyata, Mayor James Nesmeth mampu mengurangi rata-rata 20 pukulan dari permainannya dulu. 

Orang-orang pun bertanya kepada siapa dia berlatih. Tentu saja, tidak dengan siapa pun. Yang jelas, dia hanya bermain dengan imajinasinya. Tetapi, ternyata itu berdampak pada hasil kemampuannya. Nah, inilah kekuatan imajinasi itu.


Kisah kedua adalah cerita tentang Tara Holland, seorang gadis yang bermimpi menjadi Miss America sejak kecil. Pada 1994, dia berusaha menjajaki menjadi Miss Florida. Sayangnya, dia hanya menyabet runner-up pertama. Tahun berikutnya dia mencoba, tapi lagi-lagi hanya di posisi yang sama. Hati kecilnya mulai membisikkan dirinya untuk berhenti. Tapi, dia bangkit dan membulatkan tekadnya lagi. Dia pindah ke negara bagian lain, Kansas. Pada 1997, dia terpilih menjadi Miss Kansas. Dan di tahun yang sama, dia berhasil menjadi Miss America!


Yang menarik, adalah saat Tara diwawancarai setelah kemenangannya, Tara menceritakan bagaimana dia sudah ingin menyerah setelah dua kali kalah di Florida. Tapi, tekadnya sudah bulat. Selama beberapa tahun kemudian, dia membeli video dan semua bahan yang bisa dipelajari tentang Miss Pagent, Miss Universe, Miss America, dan sebagainya. Dia melihatnya berkali-kali. Setiap kali melihat para diva meraih penghargaan tertinggi, Tara membayangkan dirinyalah yang menjadi pemenangnya. Satu lagi yang menarik dari wawancaranya adalah saat dia ditanya apakah dia merasa canggung saat berjalan di atas karpet merah. Dengan mantap, Tara Holland menjawab, “Tidak sama sekali. Anda mesti tahu saya sudah ribuan kali berjalan di atas panggung itu.” Seorang reporter menyela dan bertanya bagaimana mungkin dia sudah berjalan ribuan kali di panggung, sementara dia baru pertama kalinya mengikuti kontes. Tara menjawab, “Saya sudah berjalan ribuan kali di panggung itu.. dalam pikiran saya.”


Saya sendiri ketika telah menyelesaikan pembuatan sebuah materi training, untuk menciptakan metode pengajaran yang tepat selalu saya awali dengan imajinasi berkali2 seolah saya sedang berada di depan audience nya. Ketika kelas benar2 terjadi, maka saya seperti “sudah pernah” melakukannya.


Kisah di atas menceritakan tentang kekuatan imajinasi. Kita memujudkan apa yang kita lihat dalam pikiran kita. Imajinasi adalah energi. Energi yang kalau diolah terus-menerus akan mewujud dalam apa yang kita imajinasikan itu. Kekuasaan boleh memenjarakan fisik, membungkam mulut, tetapi sama sekali tidak bisa memasung imajinasi kita. Dengan kekuatan imajinasi, masa depan akan menjadi milik kita sesuai yang kita cita-citakan.


Dengan imajinasi, kita bisa menjadi tuan atas hidup kita. “I am the master of my fate”. Stephen Covey dalam 7 Habits mengatakan kita membuat kreasi mental lebih dulu sebelum kreasi fisiknya. Semakin kuat gambaran mental yang kita miliki, semakin besar energi yang kita miliki untuk mewujudkannya. Sebaliknya, jika kita terlalu banyak membayangkan yang buruk dan negatif, kita menarik energi negatif dan kita semakin ter-“demotivasi” untuk meraihnya.


Pepatah Latin mengatakan, “Fortis imaginatio generat casum”, artinya imajinasi yang jelas menghasilkan kenyataan.


Dengan demikian, jangan sia-siakan kekuatan imajinasi dalam diri kita. Imajinasi mampu menjadi kendaraan kita menuju apa saja yang kita mimpi dan cita-citakan.


Imajinasi akan mengumpulkan seluruh energi kita untuk mewujudkannya. Dalam aplikasi sehari-hari, dengan imajinasi, kita membayangkan hal-hal positif yang akan kita lakukan dan membayangkan hal-hal positif yang akan terjadi. Betapa kita akan melihat langkah dan tindakan kita mulai mengarah pada apa yang kita bayangkan. Dan…the dreams will come true!


Apapun yang Anda imajinasikan akan mempengaruhi suasana hati Anda. Suasana hati Anda akan mempengaruhi sikap Anda. Sikap Anda akan mempengaruhi tindakan Anda. Tindakan Anda akan mempengaruhi Hasil yang Anda capai.


Jadi kalau ingin tahu, mengapa hidup Anda saat ini seperti sekarang, tengoklah ke belakang apa yang ada di kepala kita di sekian waktu yang lalu. Dan apa yang akan Anda dapatkan di masa yang akan datang dalam hidup Anda, tengoklah apa yang ada dalam pikiran Anda saat ini.


Fokus

Imajinasi 

Realita 

Senyum 227

Senin, 16 September 2024

Langkah mudah untuk meng hipnosis



Langkah mudah untuk meng hipnosis 


Hipnosis adalah teknik yang memerlukan pelatihan dan pemahaman mendalam tentang psikologi serta etika, karena melibatkan kondisi mental seseorang. Jika Anda tertarik untuk memahami dasar-dasar hipnosis, berikut adalah beberapa langkah mudah yang biasanya diajarkan oleh praktisi hipnosis profesional:


1. Mempersiapkan Lingkungan

Pilih tempat yang tenang dan nyaman tanpa gangguan.

Pastikan orang yang akan dihipnosis (subjek) merasa rileks dan siap untuk mengikuti instruksi.


2. Membangun Kepercayaan (Rapport)

Penting untuk menciptakan hubungan yang baik dengan subjek agar mereka merasa aman dan nyaman.

Berkomunikasilah dengan tenang dan percaya diri, sehingga subjek merasa percaya dan bersedia mengikuti arahan Anda.


3. Teknik Relaksasi Awal

Ajak subjek duduk atau berbaring dengan nyaman.

Minta mereka menutup mata dan bernafas dalam-dalam beberapa kali.

Berikan instruksi untuk merilekskan otot-otot tubuh, mulai dari kepala hingga kaki.


4. Induksi Hipnosis

Gunakan metode induksi seperti hitungan mundur atau mengajak subjek memvisualisasikan tempat yang tenang.

Contoh: "Bayangkan Anda sedang berada di pantai yang tenang, rasakan angin sepoi-sepoi dan suara ombak yang menenangkan."

Lakukan ini dengan suara yang lembut dan teratur, perlahan-lahan membuat subjek lebih rileks.


5. Mendalami Kondisi Hipnosis

Setelah subjek terlihat rileks, ajak mereka untuk semakin dalam ke dalam keadaan rileks (deepening).

Bisa dengan menggunakan sugesti seperti, "Setiap hitungan yang saya katakan akan membuat Anda semakin tenang dan rileks."


6. Memberikan Sugesti

Setelah subjek berada dalam kondisi trance ringan atau mendalam, berikan sugesti positif atau saran yang ingin Anda tanamkan.

Pastikan sugesti tersebut positif dan sesuai dengan tujuan subjek, misalnya, "Anda akan merasa lebih percaya diri setiap kali berbicara di depan umum."


7. Mengakhiri Sesi

Setelah memberikan sugesti, perlahan-lahan bangunkan subjek dari kondisi hipnosis.

Contoh: "Sekarang, pada hitungan ketiga, Anda akan membuka mata dan merasa segar serta penuh energi."

Hitung hingga tiga secara perlahan, sambil memberikan afirmasi bahwa subjek akan merasa baik dan nyaman saat terbangun.


8. Evaluasi dan Diskusi

Setelah sesi berakhir, diskusikan dengan subjek mengenai pengalaman mereka.

Hal ini penting untuk memastikan bahwa mereka merasa nyaman dan memahami apa yang terjadi.


Catatan Penting:

Jangan melakukan hipnosis tanpa persetujuan subjek. Etika adalah hal utama dalam hipnosis.

Pelajari lebih lanjut tentang hipnosis melalui kursus atau buku-buku profesional sebelum mempraktikkannya secara langsung.

Apakah Anda tertarik dengan aspek tertentu dari hipnosis yang ingin Anda pelajari lebih dalam?



Minggu, 15 September 2024

Kata kata Magic Untuk membuat orang terhipnotis, ingin Tahu ?



Berikut adalah beberapa contoh kata atau frasa yang sering digunakan dalam hipnosis untuk menciptakan efek rileksasi:


> Rileks: "Sekarang, rilekskan tubuh dan pikiranmu, biarkan semua ketegangan hilang..."


> Tenang: "Rasakan setiap napas membuatmu semakin tenang dan damai..."


> Fokus: "Fokus pada suara saya, dan rasakan bagaimana tubuhmu semakin rileks..."


> Dalam: "Kamu akan merasakan dirimu masuk ke dalam keadaan yang lebih dalam dan lebih tenang..."


> Nikmati: "Nikmati perasaan damai yang menyelimuti tubuhmu..."


> Santai: "Biarkan dirimu santai sepenuhnya..."


> Tidur: "Tidur yang dalam dan nyenyak, tubuhmu sepenuhnya rileks sekarang..."


> Percaya: "Percayakan semuanya kepada saya, dan biarkan tubuhmu mengikuti kata-kata saya..."


> Aku tidak tahu bagaimana ini terjadi , Aneh nya dengan bimsalamim Terjadilah Terjadilah Terjadilah 



www.akhlakulkarimahhipnoterapi.com 

Selasa, 03 September 2024

STIMULUS



Stimulus

Stimulasi adalah rangsangan atau dorongan yang diberikan untuk merangsang aktivitas tertentu, baik fisik maupun mental. 

Dalam konteks perkembangan anak, stimulasi sering kali merujuk pada berbagai aktivitas atau interaksi yang dirancang untuk mendukung perkembangan kognitif, motorik, sosial, dan emosional anak. Contoh stimulasi bisa berupa bermain, berbicara, bernyanyi, atau membaca bersama anak untuk membantu perkembangan otak dan keterampilan mereka.

Stimulasi juga dapat merujuk pada rangsangan dalam konteks lain, seperti stimulasi otak untuk meningkatkan kinerja mental, atau stimulasi sensorik yang melibatkan pancaindra untuk menghasilkan respons tertentu.

Tahapan stimulus biasanya merujuk pada proses bagaimana rangsangan (stimulus) diterima dan diproses oleh tubuh atau sistem, terutama dalam konteks perkembangan anak atau respon biologis. Berikut adalah tahapan umum dalam proses stimulus:


Penerimaan Stimulus (Input Sensorik):

Tahap pertama adalah penerimaan stimulus oleh indra tubuh (seperti mata, telinga, kulit, dsb.). 

Misalnya, mata menangkap cahaya, telinga menangkap suara, atau kulit merasakan sentuhan.


Transduksi Stimulus:

Pada tahap ini, stimulus yang diterima oleh organ sensorik diubah menjadi sinyal listrik atau kimiawi yang bisa dipahami oleh sistem saraf. 

Misalnya, ketika cahaya masuk ke mata, ia diubah menjadi sinyal saraf oleh retina.


Penghantaran Sinyal:

Sinyal yang telah ditransduksi ini kemudian dikirim melalui saraf sensorik menuju otak atau sistem saraf pusat untuk diproses lebih lanjut. Misalnya, sinyal dari retina dihantarkan ke otak melalui saraf optik.


Pemrosesan Sinyal (Proses Persepsi):

Di otak, sinyal yang diterima diproses dan diinterpretasikan menjadi pengalaman sadar, seperti melihat gambar, mendengar suara, atau merasakan panas.


Respon atau Tindakan (Output Motorik):

Setelah pemrosesan sinyal, otak mengirimkan instruksi ke bagian tubuh yang sesuai untuk melakukan respon. Respon ini bisa berupa tindakan fisik (misalnya, menggerakkan tangan), atau respon kognitif (seperti berpikir atau mengingat sesuatu).


Umpan Balik (Feedback):

Setelah tindakan dilakukan, umpan balik diterima untuk menilai efektivitas respon. Jika perlu, sistem saraf akan melakukan penyesuaian atau koreksi untuk merespons stimulus secara lebih efektif di masa depan.

Tahapan ini berlaku secara umum, baik dalam konteks respon biologis manusia maupun dalam proses stimulasi perkembangan anak.


Metode Stimulus:

Membentuk perkembangan anak dengan metode stimulus melibatkan memberikan rangsangan yang tepat dan beragam untuk mendukung perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan emosional mereka. Berikut adalah beberapa langkah dan metode yang dapat dilakukan:


1. Stimulasi Sensorik

Usia 0-1 tahun: Pada tahap ini, bayi sangat membutuhkan rangsangan sensorik untuk perkembangan otak mereka. Anda bisa memberikan mainan dengan berbagai tekstur, warna, dan suara. Menyentuh, mengelus, dan berbicara dengan bayi juga sangat penting.

Usia 1-2 tahun: Berikan mainan yang mendorong eksplorasi, seperti balok warna-warni atau buku bergambar. Mengizinkan anak untuk merasakan berbagai tekstur seperti air, pasir, atau daun juga membantu.

2. Stimulasi Motorik

Motorik Kasar: Latih keterampilan motorik kasar dengan mengajak anak merangkak, berjalan, berlari, atau melompat. Berikan kesempatan untuk bermain di luar ruangan, naik-turun tangga, atau menendang bola.

Motorik Halus: Dorong anak untuk menggenggam, meremas, atau memegang objek kecil seperti kelereng, atau menggambar dengan krayon. Kegiatan seperti menyusun balok atau merangkai manik-manik juga baik untuk motorik halus.

3. Stimulasi Kognitif

Permainan Edukatif: Berikan permainan yang merangsang otak, seperti puzzle, permainan mencocokkan bentuk dan warna, atau permainan berhitung sederhana. Membaca buku bersama anak juga sangat membantu.

Eksplorasi Alam: Ajak anak untuk berjalan-jalan di alam, melihat tanaman, hewan, dan lingkungan sekitar. Jelaskan apa yang mereka lihat untuk merangsang rasa ingin tahu dan pemahaman tentang dunia.

4. Stimulasi Bahasa

Berbicara dan Mendengar: Seringlah berbicara dengan anak, bahkan saat mereka belum bisa berbicara. Ini membantu mereka memahami bahasa dan memperluas kosakata mereka. Menyanyi lagu anak-anak atau membacakan cerita juga sangat bermanfaat.

Pertanyaan Terbuka: Tanyakan pertanyaan yang merangsang anak untuk berpikir dan merespons. Misalnya, "Apa yang kamu lihat di gambar ini?" atau "Menurutmu, apa yang akan terjadi selanjutnya?"

5. Stimulasi Sosial dan Emosional

Interaksi Sosial: Dorong anak untuk bermain dengan teman sebaya. Ini membantu mereka belajar berbagi, bergiliran, dan bekerja sama. Mengajarkan anak tentang emosi dan cara mengelolanya juga sangat penting.

Mendukung Kemandirian: Berikan tugas sederhana yang sesuai dengan usia anak, seperti merapikan mainan atau membantu menyiapkan makanan. Ini meningkatkan rasa tanggung jawab dan percaya diri mereka.

6. Stimulasi Kreativitas

Kegiatan Seni: Ajak anak untuk menggambar, mewarnai, atau bermain dengan tanah liat. Biarkan mereka mengekspresikan diri mereka secara bebas tanpa terlalu banyak aturan.

Bermain Peran: Berikan kesempatan untuk bermain peran, misalnya bermain dokter-dokteran, berjualan, atau bermain rumah-rumahan. Ini merangsang imajinasi dan pemahaman mereka tentang peran sosial.

7. Rutinitas dan Konsistensi

Buat rutinitas harian yang konsisten, termasuk waktu bermain, makan, dan tidur. Konsistensi membantu anak merasa aman dan memahami apa yang diharapkan dari mereka.

Dengan memberikan stimulasi yang sesuai dan beragam, Anda membantu anak berkembang secara optimal dalam berbagai aspek kehidupannya. Penting juga untuk mengamati respon anak terhadap berbagai stimulasi dan menyesuaikannya sesuai dengan kebutuhan dan minat mereka.


Merubah kebiasaan anak dengan stimulus

Mengubah kebiasaan anak menggunakan metode stimulus melibatkan pemberian rangsangan positif atau negatif untuk mendorong perubahan perilaku yang diinginkan. Proses ini memerlukan konsistensi, kesabaran, dan pemahaman tentang bagaimana anak merespons berbagai jenis stimulus. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa Anda lakukan:

1. Identifikasi Kebiasaan yang Ingin Diubah

Tentukan kebiasaan spesifik yang ingin Anda ubah pada anak, misalnya mengurangi kebiasaan menonton TV terlalu lama, membiasakan merapikan mainan, atau mengurangi sikap tantrum.

2. Pahami Penyebab Kebiasaan

Cari tahu apa yang menyebabkan kebiasaan tersebut. Apakah itu karena anak mencari perhatian, merasa bosan, atau karena mereka belum memahami bahwa kebiasaan tersebut tidak baik?

3. Terapkan Penguatan Positif

Reward (Penghargaan): Ketika anak menunjukkan perilaku yang diinginkan, berikan pujian, stiker, atau hadiah kecil. Misalnya, jika Anda ingin anak terbiasa merapikan mainan, berikan pujian atau hadiah kecil setiap kali mereka melakukannya dengan benar.

Pujian Verbal: Pujian sederhana seperti "Bagus sekali, kamu sudah merapikan mainan!" dapat memberikan dorongan positif bagi anak untuk mengulangi perilaku tersebut.

Sistem Poin: Buat sistem poin di mana anak bisa mengumpulkan poin setiap kali mereka menunjukkan perilaku baik. Setelah mencapai sejumlah poin tertentu, mereka bisa menukarnya dengan hadiah atau kegiatan favorit.

4. Terapkan Penguatan Negatif

Konsekuensi yang Jelas: Tetapkan konsekuensi ringan untuk kebiasaan yang tidak diinginkan. Misalnya, jika anak tidak merapikan mainan, mereka mungkin kehilangan waktu bermain favorit mereka. Namun, pastikan konsekuensi tersebut konsisten dan selalu diberikan setiap kali perilaku buruk terjadi.

Pengabaian Terhadap Perilaku Buruk: Dalam beberapa kasus, mengabaikan perilaku yang tidak diinginkan (jika aman dan sesuai) bisa menjadi cara yang efektif untuk mengurangi kebiasaan tersebut, karena anak tidak mendapatkan perhatian yang mereka cari.

5. Memberikan Contoh Positif

Anak cenderung meniru perilaku orang dewasa di sekitar mereka. Pastikan Anda menunjukkan perilaku yang diinginkan. Misalnya, jika Anda ingin anak terbiasa mengucapkan "tolong" dan "terima kasih," pastikan Anda sering menggunakan kata-kata tersebut dalam interaksi sehari-hari.

6. Latihan dan Pengulangan

Kebiasaan baru membutuhkan waktu untuk terbentuk. Latih anak secara berulang-ulang dan dengan cara yang sama agar mereka terbiasa dengan perilaku baru yang Anda inginkan.

Role-playing (Bermain Peran): Gunakan permainan peran untuk melatih kebiasaan baru. Misalnya, Anda bisa bermain pura-pura menjadi pelanggan dan anak menjadi penjual untuk melatih mereka tentang sopan santun.

7. Buat Rutinitas yang Konsisten

Kebiasaan baik lebih mudah terbentuk dalam konteks rutinitas yang konsisten. Pastikan Anda memiliki rutinitas harian yang mendukung kebiasaan yang diinginkan. Misalnya, jika Anda ingin anak terbiasa membaca, sediakan waktu khusus setiap hari untuk membaca bersama.

8. Beri Waktu dan Kesabaran

Perubahan kebiasaan tidak terjadi dalam semalam. Bersabarlah dan beri anak waktu untuk menyesuaikan diri dengan kebiasaan baru. Pujilah setiap kemajuan, sekecil apa pun.

9. Evaluasi dan Sesuaikan

Secara berkala, evaluasi apakah metode stimulus yang digunakan efektif. Jika perlu, lakukan penyesuaian berdasarkan respon anak. Jika anak tidak merespons dengan baik, coba pendekatan lain yang mungkin lebih sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dengan menerapkan metode stimulus secara konsisten, Anda dapat membantu anak mengubah kebiasaan mereka dan mendorong perkembangan perilaku yang lebih positif.


www.akhlakulkarimahhipnoterapi.com